Blog
Kajian Kitab Umdatul Ahkam – 10, Dr. Emha Hasan Ayatullah, M.A

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.
Pentingnya Menghargai Ilmu dan Kitab
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. Ketika menghargai salah satu wasilah untuk belajar, maka sifatnya atau sikapnya menunjukkan bagaimana atau seberapa besar dia serius dalam belajarnya. Di antara yang disebutkan oleh para ulama adalah yang dituliskan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab beliau. Buku ini tidak tebal, 150 halaman, 2/3-nya berbicara tentang penulisan hadis sejak zaman Nabi صلى الله عليه وسلم. Sering kita bahas bahwa dulu di awal atau di awal Rasul صلى الله عليه وسلم berdakwah, para sahabat mereka akan menuliskan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم. Bahkan ada beberapa riwayat yang menunjukkan memang Nabi صلى الله عليه وسلم tidak mengizinkan. Akan tetapi kemudian ketika para ulama khawatir hadis itu akan hilang sementara hafalan semakin melemah dan tidak semua orang tahu tentang hadis Nabi صلى الله عليه وسلم, akhirnya terciptalah sebuah kesepakatan إِجْمَاع (ijma’) dibolehkan untuk menuliskan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم.
Dan hadis yang menunjukkan dibolehkannya menulis kitab dan menuliskan hadis lebih banyak, lebih صحيح (sahih), dan larangan yang ada dalam صحيح مسلم dari Abu Sa’id, “Jangan kalian tuliskan dari aku selain Al-Qur’an. Barang siapa yang menuliskan selain Al-Qur’an, hapus!” Ini diriwayatkan dalam صحيح مسلم. Itu pun masih dipertentangkan apakah ini termasuk riwayat yang مَرْفُوع (marfu’) kepada Nabi صلى الله عليه وسلم atau hanya pernyataan dari (perawi). Akan tetapi riwayat yang menunjukkan dibolehkannya menulis kitab dan menuliskan hadis banyak sekali. Di antaranya adalah “اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ” (Tuliskan untuk Abu Syah). Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم berceramah di musim Haji, lalu ada orang Yaman mengatakan, “Ya Rasulullah, apa yang Anda sebutkan tadi tolong dituliskan untukku.” Beliau perintahkan sahabat, “Tuliskan untuk dia.” Ini menunjukkan dibolehkan dan ini beliau sampaikan di depan kaum muslimin yang banyak dan di akhir-akhir menjelang meninggal. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم juga sempat mengatakan ketika beliau hampir meninggal dalam صحيح البخاري, beliau sempat mengatakan, “ائْتُونِي بِكِتَابٍ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ أَبَدًا” (Ambilkan tulisan, tolong ambilkan lembaran atau ingin tuliskan sesuatu agar kalian tidak bingung setelah ini). Akan tetapi Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ mengatakan, “Sudah sakit sekali ini, sudah sakit sekali dan kita khawatir kasihan harus menulis harus mewasiatkan dan sebagainya. Sudah kita punya Al-Qur’an, kita jadikan pegangan.” Bukan berarti menolak hadis, akan tetapi Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ kasihan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Akhirnya tidak pantas ada orang yang bersebelahan pikiran di dekatku, “Sudah kalian keluar semua.”
Akan tetapi Nabi صلى الله عليه وسلم pernah ingin untuk menuliskan wasiat dan itu adalah hadis. Kemudian ada lagi yang beliau pernah tegaskan kepada Abdullah bin Amr Bin Ash رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا menjelaskan boleh membolehkan penulisan hadis. Al-Khatib Al-Baghdadi merangkai semua riwayat itu termasuk dalam pendapat-pendapat tabiin, tabiut tabiin, bahkan para imam ahli hadis dalam kitab beliau تَقْيِيدُ الْعِلْمِ (Taqyidul Ilm). Dan ini sampai 2/3 kitab, 2/3 kitab ya, dari sekitar 150 halaman, 120 atau 115-nya berkaitan dengan pembahasan itu.
Di bagian akhir beliau menyebutkan tentang beberapa sikap para ulama dalam memperlakukan buku-buku mereka. Di antaranya yang disebutkan beliau sebutkan babnya بَابٌ مَسْأَلَةُ (bab masalah). Bagaimana sebagian ulama mereka pelit ketika meminjamkan buku. Dan para ulama bolehkan buku dipinjamkan, itu merupakan salah satu zakat, dibolehkan. Akan tetapi ketika buku ini dipinjamkan kepada orang yang tidak ahli khawatirnya buku ini akan disia-siakan. Minimalnya buku ini tidak akan dihormati sebagaimana mestinya padahal buku itu isinya luar biasa. Mungkin yang memiliki khawatir kehilangan HP, hilang bisa beli lagi, tapi ini tulisan misalkan sudah sekian tahun lamanya sehingga sebagian mereka tidak akan meminjamkan buku kecuali sudah dites orang yang akan meminjam. Sebagian mereka mengatakan ini disebut dari perkataan seorang ulama, “لَا تُعِرْ كُتُبَكَ إِلَّا لِمَنْ يَفْهَمُهَا” (kamu jangan pinjamkan bukumu kecuali untuk orang yang paham dengan buku yang akan dipinjam). Bagaimana cara mengetahuinya? Suruh dia baca buku yang akan diajak. Kalau bacaannya enggak karuan, maka orang ini tidak pantas untuk minjam buku Anda. Sebagian mereka meminta agar orang yang meminjam memberikan jaminan sampai ada yang memberikan jaminan mushaf. Dan dalam kitab itu disebutkan sebagian orang ketika minjam dikasih jaminannya buku pinjam dari orang lain itu, “Waduh ini buku yang kamu pinjam dari orang lain dijadikan jaminan jangan-jangan jaminan untuk orang lain lagi,” enggak jadi dipinjamkan.
Dan beliau ingatkan ketika sebagian orang lebih perhatian kepada bajunya daripada bukunya, maka orang ini kurang bisa dikatakan dalam ilmu. Baju disetrika ketika akan duduk lihat dulu dibersihkan, dia duduk kayak perempuan agar tidak lungset bajunya. Tapi giliran buku bawanya tidak diperhatikan bahkan ada corat-coretnya, nomor HP, nomor tanda tangan gurunya ngomong dia enggak ngantuk mungkin dia tulis-tulis coret-coret. Ini menunjukkan bahwa dia orang bisa menghargai bukunya. Dan Anda akan terlihat bagaimana dan seberapa besar perhatian seseorang dengan ilmu dari buku. Dan ini barangkali kurang kita perhatikan dan ternyata para ulama sampai seperti itu menilainya. Saya pernah ceritakan kepada Anda sebagian ulama ketika dipinjam bukunya ternyata ada bekas anggurnya. Maka ketika orang itu pinjam lagi, “Kasih piring. Ini untuk apa piringnya? Kamu kalau makan nanti pakai piring ini jangan pakai buku untuk makan.” Karena sebagian orang seperti itu. Atau sebagian orang dipinjami bukunya rusak, sobek dan sebagainya. Maka orang yang semacam ini tidak pantas dipinjemin buku kembali. Maka ternyata pembahasan seperti ini diperhatikan sekali oleh para ulama sekalipun mereka juga mengingatkan, “Kamu jangan bersikap seperti orang yang meminjamkan lampu.”
Bagaimana membacakan lampu ini disebutkan dalam ada orang pinjamkan lampu itu dia didatangi oleh tetangganya. Tetangganya mengatakan, “Tadi malam saya akan ada tamu saya pinjam lampu Anda.” “Oke,” dipinjemin lampu. Satu jam berikutnya datang lagi, “Mana lampunya? Sudah 1 jam Anda ini minjamkan saya untuk nanti malam atau untuk siang ini?” “Yang untuk nanti malam.” Maksudnya, “Anda jangan terlalu pelit dalam meminjamkan buku.” Tapi ketika Anda bersikap seperti peminjam buku jangan seperti صَاحِبِ الْقِرْبَةِ (sahibul qirbah) siapa. Sebutkan wadah air dia katakan, “Aku akan pinjam wadah ini untuk menyiram atau minum hanya sebentar sekali.” Ternyata setahun enggak dikembali-kembalikan. Setelah dikembalikan sudah rusak. Orang seperti ini kalau sampai meminjam buku maka khawatir bukan hanya bukunya hilang, ilmunya hilang karena dia yang punya juga tidak punya perhatian kepada bukunya apalagi orang yang meminjam. Saya ingat salah seorang Syekh kita Syekh Yusuf sudah meninggal beliau ketika ngajar kita beliau sudah tua, sudah pensiun. Tapi beliau memang pengin ngajar saja. Beliau cerita, “Buku saya yang saya tulis pakai tangan ngumpulkan semua materi untuk tesis S2 berarti masih muda. Itu enggak ada Google waktu itu, enggak ada مَكْتَبَة (maktabah).” Itu tulis tangan semua. Bahkan saya pernah diberitahu oleh kakak kelas yang mereka nulis risalah itu pakai mesin ketik. Salah salah sudah ya. Zaman sekarang sudah enak sekali terus-terus bahas copy paste aja. Beliau katakan itu saya tulis di buku tulis saya habis itu hilang, enggak tahu kemana ya. Tesis beliau sudah dicetak akan tetapi مَادَّة (madah) atau bahannya yang beliau kumpulkan itu enggak tahu hilang kemana. Setelah 20 tahun kawannya datang dari luar negeri, “Buku Anda kebawa sama anak.” سُبْحَانَ اللَّهِ itu yang saya cari mana. Pokoknya sekarang ketinggalan itu baru tahu bagaimana berharganya orang yang sudah nyatet kemudian hilang catatannya sekalipun Anda diganti dengan tiga buku tulis adalah tulisan Anda. Maka termasuk dalam memperlakukan buku akan terlihat bagaimana orang itu perhatian terhadap ilmu yang dipelajari.
Keutamaan Siwak dan Hikmahnya
Bagus. Siwak, pembahasan tentang membersihkan gigi dan ini menunjukkan kesempurnaan Islam pada saat dalam urusan gigi ternyata diperhatikan. Dan ini menjadi kesukaan Nabi صلى الله عليه وسلم. Ini ada 4 hadis, mudah-mudahan bisa terbahas semua karena memang hanya disebutkan sekian saja. Dan Rasul صلى الله عليه وسلم sampai beliau menjelang meninggal detik-detik ketika beliau akan dicabut oleh Allah, beliau menyempatkan untuk bersiwak. Ini menunjukkan bahwa siwak sebenarnya bukan urusan sepele. Sebagian ulama menyebutkan ini atau yang lain menyebutkan hikmah kenapa kita diperintahkan untuk bersiwak. جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ (jumhurul ulama) mengatakan siwak itu مُسْتَحَبّ (mustahab). Tapi kenapa diperintahkan hikmahnya agar kita bisa bersikap maksimal, bersiap untuk menghadap Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ. Beberapa ulama mengatakan karena memang ada riwayat berkaitan dengan malaikat. Malaikat akan mendekat kepada orang yang membaca Al-Qur’an hingga mulutnya dekat dengan mulut membaca Al-Qur’an. Dan riwayat disebutkan demikian. Sehingga dalam perhatian terhadap kebersihan mulut pun perlu diperhatikan. Seorang muslim dia perlu memperhatikan penampilan. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم apabila beliau perhatian kepada siwak menjelang salat atau ketika wudu, maka ini menjadi salah satu teladan ketika bau mulut selalu dijaga. Sebagian orang tidak perhatian dia habis makan macam-macam bau bawang datang salat kemudian dia mungkin apa itu sendawa tanpa menahan sama sekali seolah-olah kita bukan manusia di sebelahnya. Ini jadi enggak perhatian kayak gini. سُبْحَانَ اللَّهِ yang kayak gini ini kadang orang salat khusyuknya hilang kalau perlu pindah. Dan ini sama sekali tidak mencerminkan perhatian seorang muslim terhadap sunah Nabi صلى الله عليه وسلم.
“لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ” (kalau seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, maka aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak setiap salat). Dan ini yang diriwayatkan dalam صحيح dan Hajar bisa diartikan perbuatan bersih-bersih gigi bisa juga diartikan dengan alatnya. Dan alat ini apabila dikatakan siwak maka yang dimaksudkan adalah عُودٌ مِنْ أَرَاكٍ (audun min arakin) yaitu kayu yang diambil dari pohon Arok. Dan ada memang pohon khusus yang biasa diambil untuk menjadi bahan siwak. Dan ada cara tertentu, ada seninya untuk mengambil agar tidak cepat kering sehingga mereka hati-hati dalam mengambil dipotong ruasnya kemudian dijaga dengan kelembaban agar tidak kering. Dan mereka tahu itu Arab Saudi negeri yang kering sehingga mereka tahu bagaimana cara menjaga kelembaban itu. Dan ketika Anda merasakan bagaimana bersiwak menggunakan kayu itu rasanya tidak berbeda dengan yang Anda pakai odol, pedas dan segar. Ketika Anda betul-betul pakai seperti ini maka akan terasa sekali ketika untuk berbicara bau dari segarnya kayu itu seperti Anda habis gosok gigi dengan menggunakan pasta gigi karena memang pedas dan segar sekali. Dijual di depan masjid biasanya ada orang-orang tua jual dan mereka akan ambil masing-masing batang ya batang jadi berapa pokoknya ini satu ambil semua ya sudah akhirnya satu ini 5 real misalnya dipotong berapa menjadi berapa terserah dia terserah yang beli potong. Kemudian biasanya orang bilang saya ambil dua kayak gini kemudian dipotong-potong diambil satu sisanya dibagi ada orang dikasih-kasih dan mereka suka sekali seperti itu karena memang itu bermanfaat dan bisa dibawa ke dalam. Kemudian bisa dipakai setiap salat. Habis selesai potong habis selesai potong bukan menjadi alat Abadi gantungan kunci habis salat dipakai untuk dorong-dorong apa itu rodanya sepeda motor apa segala macam ya ini وَاللَّهُ أَعْلَمُ bagaimana cara mereka untuk تَعَامُل (ta’amul) dengan siwak kemudian seperti ini.
Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Kalau seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umat ini maka aku akan perintahkan mereka untuk selalu bersiwak menjelang salat.” Kemudian para ulama menyebutkan bahwa hadis ini ada yang mengambil kesimpulan berarti perintah itu wajib. Kenapa? Karena Nabi صلى الله عليه وسلم sampai tidak jadi khawatir akan memberatkan. Seandainya itu sunah tidak perlu Nabi صلى الله عليه وسلم enggak jadi karena kalau sunah kan berarti dikerjakan boleh, enggak dikerjakan enggak papa, berarti enggak perlu khawatir haters seandainya memberatkan. Ya sudah yang tidak memberatkan atau mampu silakan kerjakan, yang tidak silakan begitu. Sehingga sebagian ulama mengambil kesimpulan berarti perintah ini wajib. Ini disebutkan oleh Al-Hafiz رَحِمَهُ اللَّهُ dari sebagian pernyataan seperti Ishak Ibnu sampai mengatakan, “Bersiwak setiap salat wajib. Kalau tidak dikerjakan sengaja maka salatnya tidak sah.” Ini dinukil oleh mengatakan bahwa Al-Ghazali menukil إِجْمَاع kesepakatan para ulama bahwa bersiwak itu sunah.
Maka mengatakan sebenarnya tidak إِجْمَاع karena ada sebagian ulama mewajibkan. Mewajibkan seperti biasa. Beliau mengatakan ketika ada perintah maka menjadi wajib. Maka beliau katakan siwakan wajib karena Nabi صلى الله عليه وسلم sebutkan. Memang riwayat ini mengatakan, “أَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ” (memerintahkan mereka untuk bersiwak). Kemudian ada riwayat lain menggunakan redaksi, “تَسَوَّكُوا” (bersiwaklah kalian). Sehingga ketika redaksinya berisi seruan dan perintah maka menjadi wajib. Tidak menjadikan syarat sah salat sehingga kalaupun ada orang tidak bersiwak dalam salatnya maka dia tetap sah salatnya berbeda dengan pernyataan Ishak. Akan tetapi para ulama menyatakan secara mayoritas bahwa bersiwak ini menjadi sebuah kesempurnaan.
Ini yang pertama Rasulullah mengatakan setiap salat dan tujuannya supaya kita sebutkan hikmahnya agar seseorang perhatian ketika akan menghadap Allah termasuk ketika akan membaca Al-Qur’an dan ketika dia akan melaksanakan salat yang sunah maupun disebutkan bahwa anjuran untuk bersiwak ini tidak membeda-bedakan. Maka sebagian ulama mengatakan redaksi ini umum untuk setiap salat entah yang fardu maupun yang sunah. Tapi juga bisa dipahami pula oleh sebagian ulama memang bahwa yang berkaitan dengan perintah untuk siwak adalah salat yang fardu karena itu ditekankan. Yang kedua termasuk ditekankan untuk salat-salat yang tidak berkaitan dengan salat fardu tapi dia memiliki penekanan yang tinggi seperti maka Al-Bukhari رَحِمَهُ اللَّهُ menyebutkan anjuran bersiwak pada pembahasan salat Jumat. Dan ini menunjukkan agar setiap orang bersiap untuk menghadapi salat Jumat sampai di antaranya bersiwak. Padahal hadis ini disebutkan tidak hanya sekali disebutkan dalam kitab الطَّهَارَة (Taharah) ternyata disebutkan kembali pada pembahasan salat Jumat. Ini menunjukkan bahwa dianjurkan sekali untuk menghadapi salat yang ditekankan syariatnya ini dengan lafaz salat. Riwayat yang صحيح dengan menggunakan lafaz wudu. لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ mengatakan riwayat ini Imam Ahmad رَحِمَهُ اللَّهُ dari jalur Imam Malik dari Zuhri. Kemudian dari Abu Hurairah karena riwayatnya صحيح maka dua-duanya bisa dipraktekkan. Dan riwayat ini diambil kesimpulan juga oleh para ulama kalau seandainya seseorang diperintahkan untuk bersiwak pada saat berwudhu, maka waktu yang tepat adalah ketika berkumur karena di saat itu seorang sedang bersih-bersih menggunakan air dan membersihkan semua kotoran giginya.
Sedangkan ketika orang bersiwak untuk salat rata-rata mereka tujuannya adalah untuk lebih membersihkan, untuk lebih mengharumkan bau dan agar lebih siap maksimal. Sedangkan untuk bersih-bersih biasanya dilakukan ketika wudu. Dan ini disebutkan juga ketika kita membahas tentang penggunaan tangan kanan atau kiri. Dua-duanya mungkin digunakan untuk bersiwak sampai mengatakan apabila siwak yang kita pakai adalah untuk membersihkan mulut maka dipakai dengan menggunakan tangan kiri. Karena kita sudah sebutkan termasuk pernyataan An-Nawawi رَحِمَهُ اللَّهُ tangan kiri dipakai untuk bersih-bersih. Akan tetapi jika siwak itu digunakan untuk lebih membawa mengharumkan bau atau lebih memaksimalkan kebersihan gigi, maka bisa digunakan untuk tangan kanan. Ini ketika salat dan ini tidak mengapa ketika seseorang meletakkan siwaknya di kantongnya menjelang salat dia apa namanya bersiwak tapi dipotong setelah itu dipotong. Dan nanti akan kita bahas dalam hadis Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا. Rasul صلى الله عليه وسلم diambilkan siwak Abdurrahman itu menunjukkan memang ada anjuran untuk dipotong bukan dipakai terus apalagi dipakai bersama bagaimana. Baik. Jadi ini menunjukkan tentang pembahasan siwak dan para ulama mengambil kesimpulan bahwa itu merupakan hukum yang apa namanya sunah.
Hukum Siwak Saat Puasa dan Gerakan Siwak
طَيِّبٌ, kemudian di antara pembahasan yang disebutkan dalam hadis ini adalah pembahasan bersiwak ketika berpuasa. Nabi صلى الله عليه وسلم menyebutkan ini umum dan tidak diberikan pengecualian dalam kondisi puasa. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadis ini juga dalam pembahasan صَوْم (shaum) dan beliau memberikan judul بَابُ سِوَاكِ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ لِلصَّائِمِ (Bab Siwak yang Lembab dan yang Kering bagi Orang yang Berpuasa). Ini untuk menunjukkan bantahan terhadap orang yang melarang adanya atau dibolehkannya siwak untuk orang yang berpuasa terutama ketika sudah melewati waktu Zuhur. Hadis ini tidak membatasi Nabi صلى الله عليه وسلم menganjurkan untuk bersiwak pada setiap salat mau subuh, zuhur, Asar, Magrib, Isya silakan agar bau mulutnya tidak semakin kacau. Dan ada riwayat memang yang dijadikan alasan kenapa orang berpuasa tidak boleh untuk siwakan karena riwayat yang صحيح. Rasulullah mengatakan, “Bau tidak sedapnya orang berpuasa itu tercium enak seperti bau misik di sisi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ.” Kalau siwakan maka أَفْضَلِيَّة-nya hilang nanti. Tapi ini istimewa, tidak masuk. Ini bukan alasan yang ditegaskan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم tapi itu usaha sebagian ulama memahami maka ini juga tidak paten. Orang bisa membantunya dan ini yang رَاجِح bahwa bau mulut orang berpuasa itu muncul bukan dari mulutnya saja akan tetapi dari lambung yang kosong sehingga baunya bisa berubah. Dan Anda kalau sendawa terasa bau durian itu ya itu kadang-kadang beliau sudah hilang tapi masih di sini ya kan. Maksudnya bau puasa yang tidak enak itu karena lambungnya kosong bukan karena mulutnya yang apa namanya kotor sehingga tetap hadis yang berkaitan perintah untuk bersiwak berlaku untuk orang berpuasa.
Baik ini pembahasan pertama kemudian pembahasan. Oh iya ini ada faedah bagus sekali siswa adalah bahwa perintah untuk siwak ini diperintahkan melalui riwayat hadis Jabir bin Abdillah cuman riwayatnya lemah. Kemudian ada riwayat lain dari Zaid bin Khalid dan riwayatnya صحيح bahkan disebutkan bahwa Zaid bin Khalid meletakkan siwak itu di telinga. Dan telinga menjadi tempat untuk meletakkan bolpoin atau fans apa namanya alat tulis di zaman itu. Disebutkan bahkan beliau meletakkan siwaknya di kuping tempat kebiasaan orang yang menulis meletakkan penanya apabila beliau akan salat beliau ambil kemudian beliau bersiwak meletakkan apa namanya pena. Dan ini merupakan kebiasaan para ulama dalam menulis seperti para tukang ketika menggaris-garis di kayu itu ternyata ada sunahnya bukan sunah tapi kebiasaan orang-orang dulu sebenarnya bukan sunah karena itu adalah perbuatan yang memang mudah dilakukan. Mudah dilakukan.
Hadis Kedua: Siwak Saat Bangun Malam dan Kisah Hudzaifah
Berikutnya hadis kedua dari Hudzaifah Ibnul Yaman رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا. Ini merupakan sahabat yang mulia beliau dan bapaknya adalah orang yang sempat masuk Islam bukan sempat masuk Islam memang artinya beliau adalah seorang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم termasuk Ayahnya. Ayahnya ini pernah membunuh orang akhirnya lari lari sampai ke Kota Madinah kemudian minta perlindungan dari mereka sampai dikenal dengan Al-Yaman. Kenapa? Karena beliau minta perjanjian untuk dilindungi oleh orang-orang Yamaniyah seperti itu وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Dan beliau ini Ayahnya ketika akan Perang Badar ini akan tetapi dihalang-halangi sehingga beliau gagal ikut. Kemudian ketika perang sampai terbunuh dan yang membunuh adalah kaum muslimin sendiri ketika kaum muslimin dalam kondisi kacau pasukan tidak beraturan diserang dan dikacaukan oleh pasukan Khalid bin Walid waktu itu masih kafir sehingga kaum muslimin tidak mengenal di antara mereka sampai mereka membunuh Ali Yaman karena saking apa kondisi itu panik kemudian darurat sekali sehingga beliau terbunuh. Akhirnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberikan dia kepada karena itu pembunuhan tidak sengaja.
Beliau termasuk sahabat yang dikenal dengan صَاحِبُ السِّرِّ (sahibus sirr). صَاحِبُ السِّرِّ artinya adalah orang yang bisa menyimpan rahasia. Bukan hanya itu, rahasia yang disampaikan adalah rahasia yang disampaikan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Sehingga dalam hadis yang صحيح beliau bercerita, “أَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا كَانَ وَمَا يَكُونُ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ” (Aku diberitahu oleh Nabi صلى الله عليه وسلم tentang kejadian hari kiamat yang sudah akan terjadi, yang akan terjadi dan sudah terjadi tanda-tandanya). Tanda-tandanya bahkan beliau mengetahui nama-nama orang munafik tapi tidak disebutkan karena memang itu dirahasiakan sampai Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ tanya, “Nama saya ada enggak?” Khawatir Umar Bin Khattab ini Calon Penghuni Surga khawatir beliau masuk dalam rangkaian orang-orang munafikin. Maka salah seorang Nabi صلى الله عليه وسلم. Kami mendapatkan ada 30-an orang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم mereka khawatir akan terjerumus ke dalam sifat kemunafikan karena mereka tahu munafik ini bahaya sekali. Sikap yang berbahaya sekali. Orang zaman sekarang dia bohong-bohong aja padahal itu sifat orang munafik. Anda barangkali sudah pernah bahas ini dan bersantai-santai terus-menerus menggunakan kebohongan merupakan dosa besar karena Nabi ص صلى الله عليه وسلم katakan itu seperti sifat munafik. Bahkan seorang bisa terbawa sampai dikatakan كَذَّابٌ (kadzab) seorang pendusta. Ini dalam urusan berbicara harian. Kalau seandainya seorang berdusta di atas nama Nabi صلى الله عليه وسلم parah lagi.
Sehingga beliau sampai dikenal dengan صَاحِبُ السِّرِّ. Maka Abu Darda رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ketika beliau datang ke daerah Irak bertemu dengan Alqamah bertanya, “Alqamah ini kepada Abu Darda ini sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم mau tanya tanah hukum. Maka kalian punya Syekh kenapa tanya ke anak itu صَاحِبُ السِّرِّ.” Maksudnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila beliau bangun malam, beliau akan يَسُوسُ (yasusu) ini akan diartikan akan menggosok apa giginya dengan siwak ya. سُوسُ artinya mencuci. Waktu ini dari kata-kata itu. Makna pertama makna berikutnya adalah artinya betul-betul menggosok. Dan ini disebutkan oleh ahli bahasa yang dikatakan artinya menggosok dengan ditekan agar lebih bersih. Kemudian ada makna lainnya اَلْإِمْرَانُ الْأَسْنَانُ (al-imranul asnan). Alat yang dipakai untuk bersiwak itu di semua gigi itu namanya juga يَسُوسُ. Intinya adalah seorang membersihkan gigi menggunakan siwak itu tadi. Baik dalam hadis ini disebutkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menggunakan siwak pada saat beliau bangun malam. Disebutkan para ulama karena orang yang tidur akan berubah bau mulutnya. Jangankan orang tidur, orang berjaga seperti ini terjaga kemudian dia lama tidak berbicara mulutnya tertutup maka bau mulut bisa berubah. Sehingga dianjurkan untuk bersiwak apalagi orang yang sampai tidur maka bau mulutnya akan berubah sehingga ditekankan untuk bersiwak.
Para ulama mengatakan siwak ini مَسْنُون (masnun) disunahkan di semua keadaan karena Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan suka sekali dengan siwak. Nanti akan diriwayatkan bahwa beliau suka sekali dengan siwak. Akan tetapi lebih ditekankan lagi pada saat akan salat, ketika wudu, akan baca Al-Qur’an, ketika akan berbicara dengan orang lain, kemudian ketika akan salat setelah bangun tidur karena bau mulut bisa berubah ini belum lagi kalau mengalirkan sesuatu. Tapi yang jelas riwayat ini umum setiap bangun malam. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa tidak setiap bangun malam akan tetapi apabila bangun malamnya ingin melaksanakan salat adalah lafaz yang disebutkan dalam صحيح البخاري. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bangun malam untuk melaksanakan salat tahajud berarti ketika ada orang bangun malam untuk buang air atau menutup pintu atau dia sempat tidur. Kemudian ada orang memanggil dan butuh bantuan maka tidak wajib untuk bersiwak. Akan tapi siwak itu ditekankan pada saat bangun malam dan ingin melaksanakan salat. Sekalipun seandainya dia tidak akan salat lalu dia bersiwak maka itu juga tidak mengapa. Baik, ini hadis cepat ya مَا شَاءَ اللَّهُ.
Hadis Ketiga: Siwak Nabi Menjelang Wafat
Kemudian hadis ketiga dari Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا beliau menceritakan dan kisah ini terjadi ketika Nabi صلى الله عليه وسلم akan meninggal. Sehingga Al-Bukhari رَحِمَهُ اللَّهُ menyebutkan hadis ini dalam kitab الطَّهَارَة atau dalam Bab الْوُضُوء juga beliau sebutkan lebih lalu apa luas dan dijelaskan dalam kitab الْبَغَازِي dan di situ ada pembahasan مَرَضُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (maradhun Nabi صلى الله عليه وسلم) sakitnya Nabi صلى الله عليه وسلم sampai beliau meninggal karena memang kisah ini menjelang Nabi صلى الله عليه وسلم dicabut nyawanya oleh Allah. Disebutkan Abdurrahman Ibnu Abu Bakar dan ini merupakan saudara kandung Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا.
“وَكَانَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ يَدْخُلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مُسْنِدَةٌ رَأْسَهُ إِلَى صَدْرِي، وَمَعَهُ سِوَاكٌ رَطْبٌ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَظَرًا شَدِيدًا.” (Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada dadaku dan Abdurrahman membawa siwak di tangannya dengan siwak yang masih basah. Beliau bersiwakan Abdurrahman. Rasulullah صلى الله عليه وسلم melototkan pandangan dan menoleh dengan lama). Di sini dikatakan melihat dengan pandangan yang lama dalam riwayat dan redaksi lainnya melihat dengan waktu yang lama dan ini menunjukkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم memang suka sekali dengan siwak itu apalagi Rasul صلى الله عليه وسلم sudah hampir sekali meninggal. Maka beliau melihat lama sekali.
Kemudian, “فَأَخَذْتُهُ فَقَلَّمْتُهُ” (aku ambil siwak itu kemudian aku potong). Riwayat ini disebutkan menggunakan. Mengatakan riwayat yang banyak dalam صحيح البخاري menggunakan فَقَلَّمْتُهُ artinya aku فَقَلَّمْتُهُ (potong) aku patahkan artinya aku potong di sini maksudnya atau bukan karena kepanjangan tapi bekasnya Abdurrahman sehingga tidak menggunakan bekas yang dipakai oleh Abdurrahman tapi dipotong menggunakan giginya. Menggunakan giginya dalam riwayat yang kita baca aku كَلَّمْتُهُ (kallamtuhu) kolom ini juga hampir sama artinya apa melunakkan melunakkan dengan menggunakan طَرَفُ الْأَسْنَانِ (tharaful asnan) dengan ujung-ujung Gigi. Dan ini menunjukkan bagaimana respect dan perhatiannya. Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم butuh beliau siapkan dan kita tahu yang cerdas. Dan beliau sampai diinginkan harinya oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Kapan jatah anak keliling sudah sakit. Akhirnya Rasul صلى الله عليه وسلم dalam riwayat yang صحيح mengatakan siapa. “Aku keliling ke rumah siapa?” Sampai akhirnya Rasul صلى الله عليه وسلم izin akhirnya para sahabat para istri Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Sudah terserah Anda mau kemana.” Mereka para istri Nabi صلى الله عليه وسلم mengizinkan Anda mana terserah Anda. Akhirnya minta izin untuk tinggal di rumah Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا karena Islam paling mudah. Kemudian beliau paling perhatian. Dan istri itu kalau perhatian akan menjadi pelengket suami istri itu. Enggak penting kaya, terhormat, kemudian bangsawan, viral, flower-nya sampai 5 miliar. Terus kenapa kalau enggak perhatian sama suaminya atau dia titelnya panjang lebih banyak dari suaminya suaminya enggak selesai skripsinya istrinya dokter waduh. Yang penting bagaimana seorang istri hikmah kepada suaminya. Karena para ulama menyebutkan boleh seorang istri beraktivitas di luar tapi tidak boleh menggugurkan kewajiban yang lebih penting di rumah. Dia mau ngajar silakan, mau berorganisasi silakan, dengan catatan tugas yang lebih penting di rumah selesai. Yang kedua di luar rumah dia terjaga, tidak اِخْتِلَاط (ikhtilat) kemudian tidak tidak bercampur laki perempuan kemudian di sana juga dia memang dibutuhkan. Kalau iseng saja enggak enggak kerasan di rumah maka ini bahaya.
Beliau adalah orang yang peka sehingga apa yang dibutuhkan Nabi صلى الله عليه وسلم. Suka sekali untuk tinggal di tempat itu begitu melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم melotot kepada siwak yang dibawa oleh Abdurrahman dalam beberapa riwayat Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم ditanya, “Apakah Anda pengen?” Ditanya, “Apakah Anda pengen makan?” “Aku ingin.” Maka Aisyah artinya cocok untuk digunakan. “Aku angkat.” Dalam riwayat disebutkan bahwa Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا mengambil itu. “Aku masukkan ke dalam mulut Nabi صلى الله عليه وسلم. Siapa tahu akan apa menggigit sendiri.” Ternyata Nabi Sulaiman sudah tidak kuat Nabi Sulaiman tidak kuat. Akhirnya oleh Aisyah diambil lagi. Kemudian dikatakan, “Aku perlu untuk apa namanya menyiapkan untuk Anda.” Hajar mengatakan di sini ada anjuran juga dibolehkan seseorang mengerjakan perintah dengan isyarat. Ketika ada isyarat maka seorang boleh untuk mengerjakan perintah itu sekalipun dengan isyarat. Kemudian menyiapkannya. Kenapa beliau minta izin? Karena hukum asalnya siwak dipakai sendiri tidak pakai untuk apa namanya berdua. Tapi ini bisa menjadi keistimewaan ketika seorang suami apa namanya menggunakan bekas istrinya karena akhirnya bercerita. Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم akhirnya meninggal, maka beliau meninggal pada saat air liur beliau sudah bercampur dengan air liurku. Ini kebanggaan dan tidak semua orang seperti itu. Ini di antara istri-istri beliau saja di antara orang-orang yang lain. Maka di sini disebutkan نَبِيُّ Akhirnya Nabi صلى الله عليه وسلم bersiwak dengan siwak itu. Rasulullah صلى الله عليه وسلم betul-betul serius dan maksimal menggunakan siwak sebagaimana aku lihat pada waktu itu sama ada tidak lama setelah itu.
Wafatnya Nabi dan Bukti Kebersihan Aisyah
اِنْفَرَادُ (infarada) Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Nabi صلى الله عليه وسلم selesai dari bersiwak. رَفَعَ يَدَهُ beliau kemudian mengatakan beliau mengangkat tangannya atau tiga kali. “Aku pingin di tempat yang tinggi. Aku pingin tempat yang tinggi. Aku pengen tempat yang tinggi.” Dalam riwayat yang lain Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا mengatakan إِذَا (idhan) berarti Nabi صلى الله عليه وسلم tidak mengingat, tidak memilih kami. Dan Aisyah meriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa setiap nabi ketika akan meninggal dia akan diberi pilihan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ. Dan aku baru mengetahui Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم akhirnya mengangkat tangannya. Maka Aisyah mengatakan, “Kalau begitu beliau sudah tidak memilih kami lagi.” Dikatakan tiga kali meninggal dalam beberapa lafaz dikatakan, “ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ” (kemudian diputuskan baginya). Beliau akhirnya meninggal. “وَمَاتَ بَيْنَ حَاقِنَتِي وَذَاقِنَتِي” (waktu mata baina haqinatī wa dzāqinatī) meninggal di daerah antara daerah sini. Jadi حَاقِنَة (haqinah) dan ذَاقِنَة (dzaqinah) ini para ulama berbeda dalam menafsirkan. Tapi intinya kata di sekitar dada menunjukkan bagaimana perhatian Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا kepada Nabi صلى الله عليه وسلم sampai disandarkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa kepala Nabi صلى الله عليه وسلم berada di pangkuan Aisyah. Apakah 2 riwayat kontradiksi? Tidak bisa digabungkan ketika akhir Nabi صلى الله عليه وسلم di akhir masa hidupnya bisa mengangkat kepalanya disandarkan ke dadanya. Ada تَرْقُوَة (turquah) di sini apa namanya tulang yang ada di bagian leher dekat bagian leher ini. Nah di sekitar inilah ada ذَاقِنَة dan artinya menyandarkan kepala Nabi صلى الله عليه وسلم di dadanya. Ini merupakan posisi yang dekat sekali, posisi yang dekat sekali. Dan Aisyah ceritakan dengan bangga, “Nabi صلى الله عليه وسلم betul-betul meninggal di pangkuan atau pelukan.” Kemudian dalam lafaz yang lain disebutkan di sini, “فَرَأَيْتُهُ يُشِيرُ إِلَيْهِ” (aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم melihat kepada siwak yang dipegang oleh Abdurrahman). Maka aku paham bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menyukai siwak itu. “فَأَخَذْتُهُ” (aku ambilkan). Maka Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan dengan isyarat kemudian diambillah siwak itu seperti yang disebutkan. [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Tertawa] [Musik] [Musik]
Ini tadi pelajaran yang menunjukkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal di pangkuan Aisyah dan dalam dekapannya. Bahkan dalam riwayat disebutkan bahwa kita sebutkan tadi Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal di rumahku dan di jatahku. Kenapa demikian? Karena Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا beliau mendapatkan hibah dari saudara istri Nabi صلى الله عليه وسلم banyak. Masing-masing memiliki jatah untuk bermalam dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang dinikah oleh Nabi صلى الله عليه وسلم setelah Khadijah meninggal sehingga beliau paling tua. Dan dalam riwayat memang beliau agak gemuk sehingga beliau khawatir akan diceraikan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Maka Saudah mengatakan, “Ya Rasul, jangan engkau ceraikan aku tapi aku hibahkan jatahku untuk Aisyah.” Bahkan Nabi صلى الله عليه وسلم menyaksikan memberi dan jatahku yang diberi oleh Saudah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ketika Rasulullah meninggal beliau sempat minta kepada istri-istri yang lain, “Aku pengen tinggal di Aisyah,” dan diizinkan. Akan tetapi kata Aisyah, “Sekalipun Nabi صلى الله عليه وسلم sudah tinggal di rumahku tapi aku masih hitung ini sebenarnya jatah Fulan ini sebenarnya jatah Fulan.” Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal betul dalam kondisi yang pas. Disebutkan meninggal di rumahku dan dijatahku. Dan telah bercampur antara air liur dengan liur beliau صلى الله عليه وسلم.
Dan ini menunjukkan kemungkaran yang ada dalam riwayat yang disebutkan dalam kitab Al-Hakim beliau sebutkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal dalam riwayat yang disebutkan oleh Al-Hakim. Nabi صلى الله عليه وسلم meninggal di pangkuan Ali رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Kata beliau, “Semua jalur yang menyebutkan itu tidak lepas dari riwayat orang Syiah maka tidak perlu ditengok.” Bahkan di antara yang disebutkan adalah riwayat yang disebutkan oleh Al-Haram Ibnu Utsman. Haram Ibnu Utsman dan juga Al-Waqidi.
وَهُمَا مَتْرُوكَانِ (wahuma matrukani) dua-duanya dicampakkan hadisnya. Sehingga riwayatnya kata اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ biar aku tidak dituduh sebagai orang yang fanatik. “Aku perlu sebutkan riwayat-riwayat itu.” Akhirnya disebutkan beberapa riwayat yang beliau نَقَلَ (naqala) dari Ibnu Sa’ad dalam buku الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى (at-Tabaqat al-Kubra) apa namanya punya Muhammad Ibnu Sa’ad. Muhammad Ibnu Sa’ad adalah seorang ahli hadis. Beliau memiliki buku. Beliau meninggal tahun 230 Hijriyah. Dan beliau sayangnya banyak meriwayatkan dari Syekhnya yaitu Al-Waqidi. Al-Waqidi إِمَامٌ فِي الْمَغَازِي (imam fil maghazi) dalam pembahasan sirah beliau adalah imam menjadi rujukan dan referensi. Akan tetapi dalam masalah hadis مَتْرُوك (matruk). Maka Ibnu Sa’ad dikritik, “Kenapa dia banyak meriwayatkan dari Al-Waqidi?” Maka sebagian orang mengkritik Ibnu Sa’ad. Bahkan dia tidak pantas diambil ilmunya karena gurunya saja مَتْرُوك apalagi muridnya gitu. Nah banyak riwayat yang menyebutkan tentang ini tadi bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم meninggal di pangkuan Ali. Bahkan dalam beberapa riwayat yang disebut dipangkuin oleh Nabi صلى الله عليه وسلم kepalanya. Kemudian ada وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Akhirnya beliau teriak, “فَصُبُّوا يَا عَبَّاسُ أَدْرِكْنِي فَإِنِّي خَائِفٌ” (fasuhbu ya Abbas adriknī fa’innī kha’if). Dia mengatakan kepada Abbas dan Abbas juga Paman Nabi صلى الله عليه وسلم. Dia katakan kepada Abbas, “Bantu aku, aku hampir binasa ini.” Karena berat sekali. Mungkin Wahyu turun. Tapi riwayat itu semua إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ (isnaduhu dha’ifun) ada waktunya waktu itu مَتْرُوك sehingga riwayatnya ضَعِيف sekali, lemah sekali, bahkan مُنْكَر (munkar) atau ada ketidak sambungan dalam riwayat tersebut. Sedangkan riwayat yang disebutkan dalam صحيح seperti yang kita bahas tadi, Rasul صلى الله عليه وسلم meninggal di pangkuan Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا.
Hadis Terakhir: Keutamaan Siwak dan Kebersihan Mulut
طَيِّبٌ. Hadis terakhir dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Abu Musa namanya Abdullah dan beliau sebenarnya lebih dikenal atau dikenal dengan dua nama, nama beliau dan kuniahnya Abu Musa. Akan tetapi yang lebih populer dalam hadis yang banyak adalah namanya kuniahnya Abu Musa Asy’ari. Beliau tempat awal-awal masuk Islam akan tetapi kemudian beliau dalam beberapa riwayat kembali ke kampungnya. Dan beliau baru datang ke Kota Madinah menggunakan perahu setelah terjadi perang Khandaq atau Khaibar. Kemudian di jalan perahunya ketemu dengan perahunya Ja’far. Waktu itu Ja’far hijrah ke negeri Habasyah. Akhirnya mereka datang bersama ke Kota Madinah. Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahagia sekali karena Ja’far merupakan sepupu Nabi صلى الله عليه وسلم. Mengatakan, “Aku tidak ngerti mana yang lebih aku apa namanya rasakan bahagia. Apakah kedatangan Ja’far atau kemenangan di perang Khaibar?” Tapi شَاهِدُهُ (syahiduhu) Abu Musa رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ beliau datang bersama dengan Ja’far رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Beliau ini dikenal dengan seorang yang قَارِئ (qari’). Dalam hadis yang صحيح disebutkan, “مِزْمَارٌ مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ” (Seruling dari keluarga Nabi Daud) karena suaranya bagus sekali. Sampai Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ apabila ingin mendengarkan bacaan dari Abu Musa, beliau akan katakan, “ذَكِّرْنَا رَبَّنَا يَا أَبَا مُوسَى” (Dzakirna Rabbana ya Aba Musa) (Ingatkan kami kepada Rabb kami wahai Abu Musa). Akhirnya Abu Musa membacakan Al-Qur’an dan beliau Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ zaman Nabi صلى الله عليه وسلم masih hidup. Abu Musa diutus untuk menjadi gubernur atau pembantu gubernur di daerah Yaman.
Ketika Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ memerintahkan maka Abu Musa ditugaskan di daerah Basrah ketika Utsman dipindah ke Kufah. Kemudian termasuk utusan yang membuat perdamaian dengan pasukan Muawiyah. Dan ini berlangsung yang menunjukkan beliau memang dipercaya. Bahkan Umar Bin Khattab رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ pernah mengatakan, “Aku tidak ingin salah satu orang yang aku tugaskan menjadi gubernur lebih panjang dari satu tahun.” Akan tetapi beliau biarkan Abu Musa menduduki tanggung jawabnya selama 4 tahun karena percaya kepada Abu Musa رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Beliau meriwayatkan, “أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ السِّوَاكُ عَلَى طَرَفِ لِسَانِهِ” (Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم ternyata ujung dari siwak itu berada di mulutnya). Adalah ujung yang bagian dalam sehingga sedang dipakai untuk bersiwak. “يُصَوِّتُ” (yasuwitu) beliau mengeluarkan suara itu. Mengeluarkan suara itu sedangkan siwaknya masih nancep di mulutnya seperti keluarnya atau seperti suara orang yang sedang muntah. Artinya mengeluarkan suara seperti orang yang muntah. Kenapa? Karena beliau مُبَالِغَة (mubalaghah) dalam siwak. Dan sampai sekarang kalau Anda merasakan atau bukan dasar tapi Anda coba. Kadang kalau Anda lagi semangatnya sekali begini, Anda terasa kayak mau muntah karena ternyata di dalamnya ada dan tidak mungkin orang bisa hampir muntah kecuali karena yang dikasih atau disentuh dengan barang itu agak ke dalam.
Ini berbeda lagi kalau odolnya kebanyakan apalagi kalau sambil bayangkan orang yang kotor apa gimana. Dulu kita punya kawan orang-orang Afrika dia kalau siwakan itu bukan siwakan tapi gosok gigi. Dia bangun tidur dia ambil itu apa sikat gigi dikasih odol dia gosok gigi dari kamarnya sampai ke tempat kamar mandi jadi di jalan waktunya. Jadi maksudnya yang dimaksudkan dalam hal ini bukan itu akan tetapi ketika tidak ada pulsa sama sekali ketika orang menggunakan siwak dari kayu akan tetapi ketika agak ke dalam maka tindakan ini bisa memancing untuk seperti mau muntah. Ini disebut adalah ada sebagian yang menggunakan harakat فَتْحَة bahkan ada yang membalik kain dulu baru Hamzah ada yang mengganti bukan tapi kasrah hamzahnya kemudian airnya menggunakan. Tapi intinya semua memberikan makna suara orang yang akan muntah karena مُبَالِغَة dalam bersiwak. Dan ini menunjukkan sunah bahwa siwak itu bukan hanya untuk gigi saja akan tetapi termasuk untuk lidah. Anda pernah lihat seperti itu. Anda bilang, “مَا شَاءَ اللَّهُ ternyata ini ada sunahnya.” Dan tegaskan oleh para ulama. Dan ini menunjukkan perhatian seorang muslim terhadap kebersihan kita berbicara tentang kebersihan. Kita tidak selalu mencari hadis yang tidak صحيح (الطَّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ). طَهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ ada kaitannya seperti ini juga termasuk termasuk اِسْتِنْجَاء dan sebagainya. Ini masuk dalam hadis perhatian seorang muslim terhadap kebersihan badan. Dan tidak ada ajaran menjaga kebersihan yang lebih detail daripada Islam sampai urusan najis saja diperhatikan. Dan kita pernah sampaikan bahwa para ulama menganggap orang tidak perhatian pada penampilan sampai tidak mandi baunya enggak karuan merupakan sesuatu yang bisa menghancurkan مُرُوءَة seseorang. Kehormatannya, kewibawaannya hancur karena penampilan dia sendiri. Orang tampil pakai pakaian yang rapi orang itu.
Maksudnya Anda juga penampilan Anda, penampilan Anda bagus orang hormat segan sama Anda. Tapi penampilan compang-camping meskipun dia mungkin ingin menyembunyikan ilmunya ingin terlihat dia tidak ada jabatannya misalkan seperti itu. Tapi seorang perlu menjaga juga penampilannya. Para ahli hadis mereka juga perhatian dalam penampilan termasuk di antaranya dalam menyampaikan ilmu. Yang jelas dalam hadis ini ditunjukkan bahwa sunah bersiwak bisa diberlakukan bukan hanya untuk gigi tapi untuk lidah termasuk untuk mulut untuk mulut di apa namanya langit-langitnya ini juga bisa dibersihkan menggunakan siwak karena Nabi صلى الله عليه وسلم menggunakan itu sampai akan muntah. Kalau segera digigit maka tidak ada yang bisa membuat seperti itu. Tapi karena beliau memasukkan siwak ini sampai ke dalam maka ini yang dapat memicu apa suara yang akan muntah seperti itu. Dan para ulama menggunakan siwak untuk membersihkan gigi dianjurkan untuk melebar seperti ini. Sedangkan untuk membersihkan lidah atau langit-langit طُولًا (tulan) secara memanjang seperti ini.
Itu seandainya bisa dilakukan. Kalaupun seandainya tidak, sebagian ulama mengatakan حَتَّى (hatta) gigi pun bisa طُولًا, طُولًا itu artinya memanjang bukan melebar seperti ini tapi memanjang begini karena bisa lebih membersihkan ruas-ruas gigi. Tapi yang jelas karena ini tidak masuk tidak ditegaskan secara redaksi dalam tidak tekstual. Apa itu istilahnya pokoknya kayak gitulah tidak seperti itu. Maka seorang bisa menggunakan caranya sendiri dalam membersihkan semuanya sunah. Bahkan para ulama seperti Syekh Muhammad beliau mengatakan ketika tidak ada kayu Arok maka boleh seorang menggunakan fasilitas lain termasuk فُرْشَاةُ الْأَسْنَانِ (furshatul asnan) sikat gigi itu juga bisa termasuk menggunakan pasta gigi dan sebagainya. Ini juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk membersihkan gigi. Dan bagus sekali kita membawa sikat gigi ketika akan salat sekalipun kuliah sudah lama gitu kemudian apa namanya sudah sempat makan minum dan sebagainya akan salat menggunakan sikat gigi ini akan kelihatan kebersihan dan perhatian seseorang terhadap penampilannya. وَاللَّهُ أَعْلَمُ semoga bermanfaat. صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. مَا شَاءَ اللَّهُ ini kita lebih cepat dari biasanya اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ saya tadi malah hampir menyampaikan dua hadis saja tapi اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ 4 pun tidak terlalu lama.
Tanya Jawab: Wasiat, Hukum Najis, dan Motivasi Belajar
Pertanyaan: Apa yang dimaksudkan dalam hadis tidak ada pantun dan seterusnya ini wasiat dari ketika akan meninggal?
Jawab: Beliau mengatakan, “Nanti kalau aku sudah meninggal maka tinggal di kuburanku beberapa waktu dan sebagainya dan seterusnya.” Yang disebut oleh para ulama وَاللَّهُ أَعْلَمُ seingat saya ini wasiat dari beliau. Ini adalah pendapat beliau akan tetapi pendapat beliau ini bukan merupakan sunah, bukan merupakan sunah. Tapi sunah yang diambil dari Nabi صلى الله عليه وسلم dan ketika tidak ada yang mengerjakan kecuali beliau maka ini tidak menunjukkan lebih أَفْضَلُ (afdal) dari yang lain. Sementara para sahabat yang lebih أَفْضَلُ banyak sekali dan tidak ada yang memberikan wasiat seperti itu.
Pertanyaan: Apakah ada sunah Bagaimana cara gerakan bersiwak dan berapa kali akan dipotong dan berapa hari akan diganti yang sudah dipakai?
Jawab: Tidak ada وَاللَّهُ أَعْلَمُ tidak ada yang penting tetap bersih. Kalau sudah terpakai dan harus dibersihkan dipotong tidak ada keterangan berapa harinya dan berapa kalinya. وَاللَّهُ أَعْلَمُ yang jelas bersih. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم menyukai sekali siwak itu sampai ketika akan meninggal pun beliau bersiwak menghadap Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ.
Pertanyaan: Apakah pekat yang ada di lakban menghalangi air saat wudu?
Jawab: Kalau seandainya memang لَهُ حَجْمٌ (lahu hajmun) atau memiliki apa namanya bentuk dan ketebalan maka iya. Maka Anda perlu bersihkan dan itu tidak merembes. Anda tahu merembes itu meresap air itu. Nah ini yang ada dalam lakban itu kalau Anda قَلَّعْتَ (qalla’ta) kan biasa ada putih-putihnya itu bekasnya. Nah itu dia tidak tidak membuat air meresap sehingga Anda perlu bersihkan bisa bantu bersihkan dengan apa namanya minyak atau menggunakan apa. Yang jelas agar air tidak terhalang air wudu seperti itu.
Pertanyaan: Bagaimana cara menjadikan setiap hadis yang sudah kita pelajari baca dan hafal dapat menambah keimanan kita?
Jawab: Ini minta kepada Allah ilmu yang bermanfaat itu yang bisa diamalkan. Kita minta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ kita tidak hanya mengandalkan kecerdasan kita, kerajinan yang kita lakukan karena rajin kita juga dari Allah. Akan tetapi kadang seorang merasa, “Saya sudah rajin, saya bisa mampu, saya sudah begini-begini,” tapi dia lupa untuk minta kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ. Dan kita amalkan kalau seandainya bisa diamalkan dalam sebagian riwayat para ulama mengatakan pun kami bahkan ingin menjaga hafalan hadis itu kita amalkan. Kemudian termasuk di antaranya mereka mengamalkan sebuah hadis sekalipun cuma sekali seperti dinukil dari Imam Ahmad رَحِمَهُ اللَّهُ. Dan itu cara-cara untuk mendarahdagingkan hadis yang kita pelajari. Dan kita minta kepada Allah selebihnya dari itu.
Pertanyaan: Bagaimana hukum salat saya yang ketinggalan sedikit gerakan imam seperti ketika Saya hendak mengangkat kepala dari sujud Imam sudah takbir untuk sujud yang kedua?
Jawab: قَدَّرَ اللَّهُ (qadarullah) Imam تُؤْمِنُ-nya (tuma’ninahnya) cepat ya. Ini kadang pertanyaannya datang dari orang yang salatnya terlalu khusyuk terkadang intinya dia imamnya sudah standar tapi juga pengen menghayati salatnya akhirnya ketinggalan. Ini salah karena tidak katakan si Penulis tidak akan tetapi sebagian orang punya pertanyaan serupa tapi dia seperti itu. Nah seperti ini salah ya karena yang diperintahkan untuk مُتَابَعَة (mutaba’ah) bukan مُسَابَقَة (musabaqah) terlalu apa namanya cepat atau bersaing dengan imam salah. Tapi terlalu lambat dari Imam juga salah. Yang diperintahkan adalah kita mengikuti. مُتَابَعَة itu artinya menunggu Imam selesai melaksanakan sebuah rukun kita segera ikuti setelahnya.
Adapun imam yang cepat sehingga tidak bisa diikuti maka Anda tidak apa-apa cari imam yang lain tidak mengapa. Seandainya Anda ketinggalan tidak mengapa. Sudah إِقَامَة (iqamah)-nya cepat, salatnya cepat pula. Keluar Imam lagi إِقَامَة Anda sampai sana sudah salam. Salatnya setengah mati. Maka Anda biasakan salat itu cari sudah disediakan tempat yang bagus untuk mencari salat yang yang cepat-cepat ingin segera pulang makan saja apalagi salat setengah satu. Anda cari salat di mana ya. 12.30 orang mau salat zuhur. Anda keluar enggak ada di kampung kita yang salatnya 12.30 mereka salat jam 11 seperempat setengah 12 sudah selesai ya. Maka Anda setengah 12 selesai keluar dari kelas salat di sini gitu. Kalau salat yang lain silakan di kampung. Tapi kalau seandainya imamnya terlalu cepat maka tidak mengapa Anda terlambat. Anda terlambat dari Imam tidak.
Pertanyaan: Apakah boleh kita salat Jumat di Masjid yang di situ disampaikan khotbah yang terkadang pendapat شُبْهَة yang bertentangan dengan sunah sedangkan ada masjid yang jaraknya kurang lebih hanya satu kilo yang menyampaikan dengan pemahaman Qur’an sunah yang lebih bagus?
Jawab: Yang bisa mendukung ibadah Anda, mendukung ilmu Anda, dan itu yang diharapkan. Anda tahu banyak sekali orang-orang yang jauh sekali datang untuk mendengarkan khotbah yang bagus. Anda yang sudah disediakan tempatnya dicari yang yang gampang yang cepat bukan yang gampang yang cepat. Kadang tidak lebih gampang lebih jauh tapi cepat selesainya. Dan memang seperti ini mungkin bisa kita jadikan evaluasi bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم pernah menyatakan, “إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ دَلِيلٌ عَلَى فِقْهِهِ” (Sesungguhnya panjang salat seseorang, afwan kebalik, panjang salat seseorang dan pendeknya khotbah seseorang menunjukkan pemahaman dia terhadap agama, fikihnya dia terhadap agama). Ini sebagian orang mengatakan, “Saya tidak فَقِيه kok enggak papa.” “Saya mau panjangkan khotbah saya, jatah saya khotbah di sini setahun sekali saya akan panjangkan satu jam.” Nah ini salah karena biasanya perintahkan setelah itu khutbah panjangkan salatnya dan pendekkan khotbahnya. Maka menyelesaikan Nabi صلى الله عليه وسلم seperti itu. Nah ini yang membuat orang kadang-kadang lari enggak mau Jumatan di situ karena khotbahnya kepanjangan.
Pertanyaan: Bagaimana apa ini bersiwak tata cara bersiwak dengan benar?
Jawab: Tadi sudah kita sebutkan dengan cara bisa menggunakan عَرْضًا (ardhan) melebar bisa apa namanya itu طُولًا seperti ini. Sebagian ulama memandang طُولًا atau memanjang ini lebih bisa membersihkan gigi termasuk di antaranya bisa menggunakan siwak untuk membersihkan lidah maupun langit-langit mulut. Nah berapa takaran air untuk apa ini bersuci dan buang air kecil dan kapan bisa dikatakan sudah suci dari najis tersebut? Kalau seandainya sudah hilang. Dan dianjurkan tiga kali seperti kita bahas dalam pembahasan اِسْتِنْجَاء. Nabi صلى الله عليه وسلم menganjurkan untuk tiga kali. Kalau seandainya tiga kali belum selesai belum bersih maka apa namanya dia bisa tambahkan, tidak bisa tambahkan. Tapi kalau sudah bersih silakan sudah berhenti. Bagaimana ukurannya? Ukurannya kalau seandainya sudah kira-kira kita sudah tidak keluar lagi. Kalau seandainya masih keluar maka dianjurkan untuk menambah kembali. Dan rata-rata 3 kali selesai, sudah cukup إِنْ شَاءَ اللَّهُ ya.
Pertanyaan: Kita seorang musafir kemudian kita luput salat magrib namun Di tengah perjalanan kita mendapatkan masjid yang mana jamaahnya salat Isya. Apa kita ikut salat Isya dahulu atau salat magrib membuat jamaah baru?
Jawab: Allahu أَعْلَمُ. Sebagian ulama mengatakan dianjurkan untuk salat magrib bersama imam yang salat Isya. Caranya bagaimana? Dia bertakbir bersama Imam. Kemudian ketika imam bangun rakaat ke-4 dia tunggu dia duduk sampai imamnya. Kemudian Imam tasyahud kita bersama Imam tasyahud. Kemudian Imam salam kita salam bersama Imam seperti itu.
Pertanyaan: Apakah صحيح hadis yang menyebutkan nabi membuang hajat di bejana kemudian menyimpan di bawah ranjangnya dan ditemukan oleh budaknya? Dan Apakah ضَعِيف hadis yang mengusap wajah ketika selesai berdoa? Saya pernah melihat video Syekh pernah mengusap wajahnya setelah berdoa.
Jawab: Ada yang apa sebagian ada yang mensahihkan dan ini biasa sekali ketika para ulama berbeda hukum dalam menyikapi satu hadis karena memang menjelaskan atau menghukumi hadis اِجْتِهَاد. اِجْتِهَاد dari orang yang mengetahui dan أَهْلٌ dalam اِجْتِهَاد ilmu hadis.
Pertanyaan: Apakah mani najis?
Jawab: Tidak.
Pertanyaan: Bagaimana jika pakaian kita terkena mani?
Jawab: Tidak apa-apa dibersihkan. Dalam hadis Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا beliau mensucikan atau membersihkan kalau seandainya kering maka dikering. Kalau seandainya basah maka dicuci. Ini menunjukkan bahwa air mani tidak najis. Kalau seandainya najis harus dicuci. Akan tetapi karena tidak najis maka tidak harus dicuci. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Pertanyaan: Apakah boleh mandi wajib dengan air yang dicampur sabun atau harus pakai air saja?
Jawab: Kenapa dicampur? Kalau tercampur tidak mengapa tapi kalau seandainya dicampur ini kurang kerjaan. Maka وَاللَّهُ أَعْلَمُ yang lebih hati-hati Anda menggunakan air yang jernih. Tapi kalau saya tercampur sedikit sabun إِنْ شَاءَ اللَّهُ tidak mengapa tidak merubah atau menghilangkan kesuciannya. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Pertanyaan: Bagaimana cara membersihkan pakaian yang terkena najis?
Jawab: Ya seperti Anda dibersihkan pakaian dari najis-najis lainnya ya. Bisa digunakan air sehingga bekasnya sudah hilang. Ketika bekas itu sudah hilang maka إِنْ شَاءَ اللَّهُ sudah dinyatakan suci. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ.