Dr. Emha Hasan Ayatullah M.A, Kajian Kitab, Kitab Umdatul Ahkam

Kajian Kitab Umdatul Ahkam – 08, Dr. Emha Hasan Ayatullah, M.A

3 views

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Perumpamaan Hidayah dan Ilmu

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. Kembali kita mengingatkan dengan hadis dalam صحيح مسلم dan juga disebutkan dalam صحيح البخاري dari Abu Musa Al-Asy’ari رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا.” (Perumpamaan yang Allah utus aku membawa hidayah, membawa ilmu adalah seperti hujan yang menyirami tanah).

Menjadi bumi, sebagian tanah itu subur sehingga dia bisa menyerap air kemudian menumbuhkan tanaman, buah-buahan, sayur-sayuran yang bermanfaat bagi anak. Sebagian tanah tidak subur akan tetapi dia bisa menahan air, menampung, karena bentuk maupun model tanahnya sehingga Allah عَزَّ وَجَلَّ dapat menjadikan tanah yang menampung air itu bermanfaat. Orang datang untuk minum atau menyirami tanaman mereka.

Kata Nabi صلى الله عليه وسلم, ada model ketiga dari tanah yang disirami air hujan. Dia tidak bisa menampung air dan tidak pula menyerap air dan bisa menumbuhkan tanaman yang tidak bermanfaat, dia tandus, kemudian lurus, tidak bisa menampung, tidak bisa menumbuhkan. Kata Nabi صلى الله عليه وسلم, itulah permisalan orang yang paham agama dan dia bisa mengambil manfaat dari hidayah Rasul صلى الله عليه وسلم. Maka dia belajar dan mengajarkan. Orang yang tidak mau dan tertarik untuk belajar agama, belajar agama sama sekali dan dia tidak bisa mengambil manfaat dari apa yang Allah utus aku membawa hidayah tersebut. Ini permisalan tentang orang-orang yang modelnya berbeda-beda. Dan orang beruntung adalah orang yang menjadi orang pertama dan kedua. Sekalipun yang kedua tidak sehebat yang pertama, akan tetapi setidaknya ketika dia bisa memberikan manfaat orang maka dia beruntung daripada orang ketiga, dia tidak bisa memberikan manfaat dan dia tidak mengambil manfaat sama sekali.

Maka kita ingat pernyataan Abu Darda رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ yang disampaikan diriwayatkan oleh Al-Ajuri di dalam أَخْلَاقُ الْعُلَمَاءِ. Beliau mengatakan, “Orang alim dan orang yang belajar agama sama dalam pahala puasa, sementara orang lain yang tidak belajar agama dan tidak mengajarkan agama hakikatnya mereka tidak ada manfaatnya, tidak ada kebaikan sama sekali”.

Kondisi Islam yang Semakin Asing

Kita sampaikan orang belajar agama itu tidak harus belajar di pesantren, belajar di perguruan tinggi agama, tidak harus mereka bertitel santri dan sebagainya. Akan tetapi orang yang mau memperhatikan petunjuk sunah Rasul صلى الله عليه وسلم, mereka yang belajar dan mereka juga menyampaikan أَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ (amar ma’ruf nahi mungkar) atau berusaha untuk memperbaiki diri, kesalahan bahkan biasa. Akan tetapi yang tidak biasa adalah orang yang tidak memperbaiki kesalahannya. Bahkan para ulama mengatakan yang paling jelek adalah orang جَاهِل (jahil) dan dia tidak tahu kalau dia.

Dan kita pernah sampaikan kita ini hidup pada dua sifat ini disampaikan رَحِمَهُ اللَّهُ beliau katakan, “Kita ini tinggal di zaman Rasulullah yang pertama kebodohan banyak terjadi di tengah masyarakat enggak ngerti agama mereka, dan yang kedua banyaknya pemikiran melenceng.” Jadi sudah tidak tahu banyak pemikiran yang sesat sehingga kita susah sekali untuk mendalami agama yang benar. Maka semakin asing Islam ini dan kita kenal Islam itu sunah. Islam itu adalah ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم dan kita pernah sampaikan pernyataan seorang ulama Salaf ketika menafsirkan Islam tidak hilang, tidak punah, akan tetapi orang yang kenal agama ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم sunah-sunahnya, orangnya sedikit. Sampai satu saat satu tempat satu kota cuma satu orang yang tahu sunah Nabi صلى الله عليه وسلم sekalipun Islam banyak apalagi orang yang mengaku Islam maka sunah ini asing dan orang yang mengenal sunah lebih asing lagi. Tidak ada yang lebih asing dari sunah. Ini perkataan seorang ulama Salaf yang lebih asing lagi adalah orang yang mengenal sunah itu.

Kemuliaan Penuntut Ilmu

Maka orang belajar ini merupakan hidayah dari Allah. Jalan belajar itu merupakan jalan menuju surga disampaikan oleh para ulama masalah sebagai dalil bahwa orang ditekankan untuk belajar agama sampai melakukan perjalanan jauh disebutkan oleh ketika beliau menafsiri firman Allah تَعَالَىٰ, “فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ” (beriman berangkat jihad akan tetapi hendaknya ada sekelompok mereka belajar agama nanti pulang ngajari orang yang di belakang mereka).

Merupakan landasan kewajiban seorang untuk belajar ilmu agama dan kewajiban seorang kalau perlu melakukan perjalanan jauh untuk mencari hadis. Dan ini disebutkan dalam buku مُصْطَلَح (mustalah) Anda pelajari itu semua jurusan mempelajari bagaimana para ulama melakukan perjalanan dalam mencari satu hadis. Ini kemuliaan sampai Yahya Bin مَعِين (Ma’in) mengatakan, “Empat golongan tidak perlu Anda harapkan mereka akan menjadi orang bermanfaat, orang yang menonjol, orang yang hebat. أَرْبَعَةٌ لَا يُؤْبَهُ لَهُمْ.” (Kamu enggak perlu mengharapkan mereka bisa hebat empat).

Empat Golongan yang Sulit Berilmu

  1. Orang yang menjadi ajudan para hakim. Terdakwa berikutnya, Fulan kesalahannya ini, dia begini-begini, selesai dihukumi, pindah ganti orang lain. Dia 20 tahun, 30 tahun jadi pekerja seperti itu, tidak tambah ilmunya, tidak apa-apa melarang Buana mempelajari dan sebagainya gitu saja, maka dia tidak bisa untuk menambah keilmuannya.
  2. حَارِس (haris) penjaga kampung atau penjaga negeri. Sekalipun ini berarti mereka tidak punya keistimewaan sama sekali, mereka punya keistimewaan dan mereka bisa jadi mendapat pahala ketika menjaga keamanan orang-orang yang salat, keamanan kaum muslimin. Akan tetapi ya jadi pengawal atau orang yang dikawal lain kalau dikawal rompinya kuning ini beda lagi. Artinya mereka yang tugasnya menjaga keamanan terus mereka tidak bisa belajar sebebas Anda. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ sebagian orang harus gini-gini dia ini katanya susah mereka untuk berkembang ilmunya.
  3. اِبْنُ الْمُحَدِّثِ (Ibnul Muhaddis) anaknya seorang ahli hadis atau anaknya ulama. Anak ulama kalau seandainya dia bisa belajar, dia memanfaatkan ilmu Bapaknya. Bisa jadi dia menjadi alim seperti bapaknya apalagi bisa lebih tapi jarang seperti Abdullah bin Imam Ahmad رَحِمَهُ اللَّهُ. Abdullah cerita sendiri, “أَبِي الْإِمَامُ أَحْمَدُ الْقُرْآنَ كَامِلًا” (Bapakku mentalqin Al-Qur’an 30 juz kepada) luar biasa Imam Ahmad رَحِمَهُ اللَّهُ. Dan kita tahu anak Imam Ahmad yang menonjol Abdullah dan Saleh dua-duanya مُحَدِّث (muhaddis). Bahkan Abdullah IBN Ahmad Beliau memiliki riwayat tentang musnad Imam Ahmad. Musnad Imam Ahmad diriwayatkan oleh anaknya Abdullah begitu juga Saleh akan tetapi tidak semenonjol Abdullah. Tapi kan jarang seperti itu, jarang. Bahkan tidak jarang orang yang menjadi anak Ustaz, anak Kyai, anak tokoh berusaha memanfaatkan ketenaran orang tuanya sehingga dia bermalas-malasan. Orang Arab mengatakan orang yang paling tidak butuh kepada ilmu seseorang adalah anaknya, keluarganya, atau tetangganya. Jadi bisa jadi anaknya merasa terhormat karena bapaknya terhormat kalau perlu itu murid-murid yang lain murid bapaknya menghormati dia diantar dicium tangannya kakinya. Kenapa anak Ustaznya? Tapi dia enggak mau belajar, dia yang pintar murid-murid bapaknya sementara dia seperti itu.
  4. Dan yang terakhir ini yang mau orang yang maunya cuman menulis hadis di kampungnya tidak mau melakukan perjalanan. Ini kalau di kampungnya nulis hadis, kalau nulis apa yang lain repot begini. Artinya إِخْوَة sekalian ketika Allah berikan kita kesempatan belajar ini luar biasa kesempatan dan ini kemuliaan dari Allah عَزَّ وَجَلَّ. Bisa jadi ada orang yang tidak tertarik sama sekali atau bisa jadi banyak orang tertarik setelah sekian umurnya berlalu dan kita Allah kasih kesempatan untuk belajar di awal umur ketika sebagian orang tua mengatakan, “Saya sudah keterlambat, anak saya saja jangan sampai mengikuti keterlambatan saya.” Itu banyak sekali kalau perhatikan seperti itu. Orang tua nangis dia جَامِعَةُ الْإِسْلَامِيَّةِ (Jami’ah Islamiyah) pingin anaknya ikut جَامِعَةُ الْإِسْلَامِيَّةِ biar bisa loncat ke جَامِعَةُ الْإِسْلَامِيَّةِ sampai sebagian dosen jengkel ini datang meloncat-loncat aja. Jadi orang tua mungkin terlambat kenalnya tapi yang lebih memprihatinkan adalah طَالِبُ الْعِلْمِ sudah menikmati lezatnya belajar setelah itu kepleset dia tertarik kepada sesuatu yang orang-orang lari untuk pindah ke ilmu ini.

Pentingnya Keseriusan dalam Belajar

Diceritakan oleh para ulama suatu saat beliau ketemu orang tua orang tua di jalan lalu Beliau kaget beliau segera berdiri kemudian dicium kepala orang ini murid-muridnya kaget ini selesai ini ada orang tua dicium kepalanya ditanya beliau itu siapa? “Itu guru saya, guru yang mengajarkan saya pelajaran tauhid. Tetapi setelah itu beliau sibuk untuk bertani setelah itu hilang ilmunya, pertaniannya kacau, ilmunya hilang”.

Pernah juga diceritakan oleh Syekh Muhammad bukan bukan Syekh Muhammad anaknya Syekh Abdussalam Ibnu Muhammad. Orang Arab dikenal dengan hafalan yang kuat dan ini merupakan modal yang Allah kasih kelebihan sebagian orang hafalannya kuat sekali. Anda mau ujian setengah mati Kayak apa komandan perang itu kayak gini. Teman Anda tidur sebelah besok yang مُمْتَازٌ. Teman Anda ya sudah takdir Anda bersyukur aja ya tetap bersyukur ada sebagian orang seperti itu. Dan orang Arab mereka dikenal memiliki kekuatan hafalan yang sangat kuat. Suatu saat Syekh Muhammad dia punya keahlian hafalan yang luar biasa kehebatannya ini sampai kalau seandainya dia hadir khotbah Jumat dia bisa memulai khotbah Jumat semuanya mirip tapi setelah itu dia sibuk berdagang dia sibuk berdagang kemudian ilmunya hilang, perdagangannya biasa saja. Jadi memang tidak ada istilah orang tanggung kalau mau usaha ini di dunia bisnis orang bilang, “Anda kalau mau jangan tanggung-tanggung kecipratan air sedikit lompat.” Ini Anda mau untung bagaimana? Untung sedikit langsung masuk restoran.

Bahwa Anda orang bilang kalau mau usaha pertama minum kopi yang pahit tidak pakai gula untuk lambang ikhtisar untuk lambang ekonomis ya kalau perlu kopinya enggak usah pakai air dingin artinya susah payah dulu baru Setelah itu mereka betul-betul bisa sukses. Enggak mungkin Anda sambil belajar disambi yang lain, Anda mau dagang sukses cara jarang kayak begitu. Bisa jadi orang punya modal banyak Setelah itu habis modalnya, habis modalnya karena dia tidak serius. Anda berburu dunia saja begitu, berburu akhirat separuh separuh gimana mau belajar seperti itu. Para ulama mereka sudah berusaha setengah mati masih tidak lepas dari kritikan para ulama lainnya. Kita ini enggak punya apa-apa artinya bagaimana para ulama menjaga ketakwaannya, hafalannya bisa hilang gara-gara melihat satu maksiat. Lah kita maksiat terus yang tidak yang dihafal tidak ada utang. Maka إِخْوَة sekalian, kita dapat komunitas yang baik, dapat kesempatan belajar, kita bersyukur kepada Allah. Kita enggak mengerti satu saat nanti akan ada kesulitan kita tidak bisa lanjutkan, maka begitu ada kesempatan kita manfaatkan. Ini sudah 20 menit ini baru مُقَدِّمَة saja.

Hadis Keenam: Mendahulukan Kanan dalam Kesucian

طَيِّبٌ, kita akan mempelajari hadis ke-10, 11 dan 12 tapi ini sepertinya dua hadis saja sebenarnya cuma penomoran yang ditulis oleh nomor ini dari عُمْدَةُ الْأَحْكَامِ dibikin 3 nomor. Baik hadis yang pertama hadis Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ” (Beliau lebih suka untuk تَيَمُّن dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan di semua aktivitas beliau, beliau suka untuk تَيَمُّن).

تَيَمُّن ini disebutkan yang pertama البَدْءُ بِالْيَمِينِ (memulai dengan kanan) atau memprioritaskan yang kanan. Kemudian yang kedua bisa diartikan dengan memanfaatkan tangan kanan dalam berbagai hal. Memanfaatkan tangan kanan tidak mesti mendahulukan. Mendahulukan itu kalau dua-duanya dapat, tapi kalau salah satu saja maka yang dipilih adalah yang kanan. Kemudian juga bisa diartikan dengan karena dalam bahasa Arab اليُمْنُ itu artinya البَرَكَة (al-barakah). تَيَمُّن artinya berharap mendapatkan berkah. Maka dalam hadis ini bisa dimaknai seperti itu.

Hanya ketika kaitannya dengan aktivitas maka وَاللَّهُ أَعْلَمُ yang dikuatkan bukan mengharap berkah akan tetapi memprioritaskan yang kanan. Dan رَحِمَهُ اللَّهُ dalam syarah hadis ini Rasul صلى الله عليه وسلم menyukai. Beliau mengatakan ini kaidah, “كُلُّ شَيْءٍ يُحِبُّ اللَّهُ وَرَسُولُهُ فَهُوَ مُشَرَّعٌ” (Setiap sesuatu yang disebutkan bahwa Allah dan Rasul-Nya suka berarti disyariatkan). Suka menggunakan tangan kanan berarti disyariatkan itu seperti itu. Maka di dalam hadis ini berarti disyariatkannya hal-hal yang disebutkan.

Pertama disebutkan tentang تَنَعُّل (tanakkul) menggunakan sandal. Rasulullah صلى الله عليه وسلم selalu mengedepankan kaki kanan. Kemudian تَرَجُّل (tarajjul) itu artinya menyisir rambut. Bahkan disebutkan dalam terjemahannya atau artinya bukan hanya menyisir rambut akan tetapi menggunakan minyak sehingga menyisirnya bukan menyisir biasa akan tetapi menyisir dengan menggunakan cairan. Al-Qari atau رَحِمَهُ اللَّهُ dalam syarah beliau katakan menyisir rambut artinya adalah menyisir dengan dibasahi dulu entah dengan air atau dengan minyak. Disebutkan di antara manfaatnya adalah agar rambut yang terlalu menjerat atau untuk mencegah itu rambutnya berdiri menantang langit. Itu dia biar jinak, biar jinak bisa rapi atau rambutnya terlalu tiara dikasih air atau minyak maka dia bisa rapi bisa diatur. Nah ini merupakan sunah Nabi صلى الله عليه وسلم ketika beliau katakan, “مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ” (Barang siapa yang punya rambut hendaklah dia memuliakannya). Memuliakan bukan memanjangkan, memuliakan jadi dirapikan. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم ketika memanjangkan rambut karena terkadang beliau memanjangkan dan kita sudah kupas beberapa kesempatan yang lalu memanjangkan itu tergantung dengan kebiasaan kemudian عُرْف (urf) adat dan sebagainya.

Nah Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila ingin menyisir beliau mulai dengan yang kanan terlebih dahulu artinya yang dirapikan yang kanan. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam الْمُحَمَّدِيَّة disebutkan beliau di awal Islam ingin menyerupai Ahlul kitab dan menyelisihi orang-orang musyrikin. Sehingga rambut beliau lebih suka dibiarkan saja sebagian ke depan sebagian ke belakang dan dibiarkan begitu saja karena orang-orang Ahlul kitab suka begitu. Ketika akhir-akhirnya Rasul صلى الله عليه وسلم lebih suka untuk menyelisihi Ahlul kitab, lebih suka menyelisihi Ahlul kitab bahkan memerintahkan kaum muslimin untuk menyelisihi mereka termasuk dalam menggunakan penataan rambut beliau suka dibelah tengah seperti itu. Tapi orang enggak kenal itu belah sunah, enggak mengerti. Memang tidak perlu dibikin seperti itu.

Penerapan Tayamum dalam Wudu dan Aktivitas Lainnya

Dibikin istilah seperti itu baik. Artinya di dalam hadis ini ditunjukkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم suka dalam menyisir dan menata rambutnya beliau memulai dari yang kanan termasuk dalam urusan طُهُور (tuhur) itu artinya bersuci termasuk dari hadas besar atau kecil termasuk dalam mandi janabah beliau awali dengan bagian kanan yang disebutkan oleh para فُقَهَاء (fuqaha) juga dan para ulama lainnya beliau akan mengawali dari bagian tubuh yang sebelah kanan. Ini contohnya sekalipun kalau seandainya ada orang pengen mandi dengan langsung pokoknya dia sebarkan air sampai ke seluruh badan maka sah kata para ulama yang penting niat kalau tidak niat tidak bisa. Tapi yang jelas nanti akan ada pembahasan saja tapi Nabi صلى الله عليه وسلم memulai dari bagian yang kanan termasuk dalam wudu. Dalam wudu Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendahulukan bagian yang kanan disebutkan pula di sini dan beliau lebih suka menggunakan arah kanan bagian kanan semuanya berarti ini mutlak akan tetapi kata Ibnu Mas’ud ini keumumannya dikhususkan atau dikecualikan dengan beberapa keadaan yang memang ada sunahnya didahulukan yang kiri. Contohnya masuk ke حَمَّام (hammam) masuk ke حَمَّام keluar dari masjid termasuk ketika menggunakan atau melepaskan sandal. Rasulullah mengatakan, “Apabila kalian menggunakan sandal mulai dengan kanan kalau mau lepas mulai dari yang kiri.” Dan Imam An-Nawawi رَحِمَهُ اللَّهُ beliau katakan bahwa seperti ini berlaku kaidah. Kata Imam Nawawi رَحِمَهُ اللَّهُ ini merupakan kaidah dalam syariat yang akan berlaku terus-menerus.

Apa itu اَلْبَدْءُ بِالْيَمِينِ (al-bad’u bil yamin) mendahulukan kanan pada segala aktivitas yang sifatnya keistimewaan, kemuliaan, termasuk dalam hal perdana dan berhias dimulai dengan yang kanan. Adapun yang berlawanan dengan itu saya lebih disukai untuk mendahulukan yang kiri selain yang digunakan untuk berdandan. Maka di antara pembahasannya pada rambut misalkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم mencukur pun mendahulukan yang mencukur mendahulukan yang kanan. Coba Anda kebayang enggak datang ke tukang cukur, “Mohon maaf Mas yang kanan dulu sunah sunah itu.” Tapi kan jarang kan.

Dan yang miris sebagian orang enggak ngerti itu mengambil sebagian rambut membiarkan sebagian yang lain. Ada Rasulullah صلى الله عليه وسلم mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian yang lain sehingga ada yang petal di sini kelihatan sekali di sini ada sisa kayak topping-nya roti itu ya yang kayak gitu dianggap bagus. Luar biasa dapat dari mana kaidah bagusnya itu mungkin kalau ngelamar dapat istri yang kayak begitu bisa jadi artinya heran gantengnya dapat standar di mana begitu. Nah yang seperti ini sunah di antara dalilnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika beliau haji lama maka pertama Orang yang mengambil dari bagian rambut beliau untuk dijadikan تَبَرُّك (tabarruk) adalah. Maka beliau perintahkan اَلْحَالِقَ فَأَنَا وَلَوْ قَوْمٌ (tukang cukur untuk memulai dari yang kanan). Setelah ada yang kadang-kadang kemudian sebelah kiri dan dua-duanya yang pertama dihadiahkan yang kedua ini bagikan untuk orang-orang ini menunjukkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mulai dari yang kanan.

Ini yang kaitannya dengan kalau sebagian orang itu hajar ini jangan sampai ada orang memandang bahwa ini menjadi ini termasuk pembahasan bersih-bersih karena ibadah yang kita kerjakan untuk semakin memperindah. Mari kita lakukan dengan tangan kanan. Tapi kalau untuk bersih-bersih sebelah kiri. Contohnya apa? Siwak. Siwak dua-duanya disyariatkan ketika kita akan melaksanakan wudu atau salat dalam riwayat ada dua-duanya lafaznya. “لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ” (kalau seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk siwakan terus setiap wudu itu). Kapannya berarti sebelum apa sesudahnya? Sebagian ulama menafsiri ketika dia berkumur sebagian riwayat setiap akan melaksanakan salat. Nah berarti ketika dia bersiwak untuk membersihkan apa makanan maka digunakan tangan kiri. Ketika dia bersiwak untuk menambah kesegaran mulut maka dia bisa lakukan dengan tangan kanan. Benar Anda kalau pakai Siwak yang asli itu dari apa namanya dari pohon Arok itu betul-betul kalau dipakai kayak Anda pakai odol itu pedas sekali. Sebagian orang pakai Siwak siwaknya sudah bertahun-tahun dijadikan gantungan kunci habis itu masuk kantor ini lagi mungkin dipinjam sama temannya juga bisa وَاللَّهُ أَعْلَمُ artinya kalau begini gimana mau bersihkan yang jelas di dalam hal yang seperti ini para ulama membedakan ketika memang tujuannya untuk membersihkan maka menggunakan tangan kiri kalau tujuannya untuk menambah تَجْوِيد (tajwid) menambah keindahan dan apa namanya lebih bersih maka dia menggunakan tangan kanan.

Akan tetapi ketika cukur ternyata ada sunah dalam صحيح البخاري dan Muslim Rasulullah صلى الله عليه وسلم memulai dengan yang kanan. Dan ini juga kita tadi sebutkan dikecualikan hal-hal yang berkaitan dengan yang tidak terhormat. Adapun sesuatu yang terhormat seperti yang disebutkan oleh Nawawi رَحِمَهُ اللَّهُ sebagai sebuah kaidah maka digunakan menggunakan tangan kanan. Memberi hadiah, menerima, kemudian melaksanakan ibadah, memegang mushaf dan sebagainya maka yang digunakan adalah tangan kanan.

Hukum Mendahulukan Anggota Kanan dalam Wudu

Kemudian ini juga anjuran bahwa orang yang berwudu dianjurkan memulai dengan bagian kanan. Akan tetapi para ulama semuanya sepakat bahwa memulai dengan bagian kanan adalah sunah tidak ada yang mewajibkan baik dalam mazhab Hambali maupun Mazhab Syafi’i. Dalam Mazhab Syafi’i tertib atau urut itu adalah hal yang wajib. Urut dalam wudu adalah hal yang wajib akan tetapi dalam Mazhab Syafi’i tidak pula mewajibkan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri. Al-Imam Nawawi mengatakan bahwa mendahulukan bagian kanan dalam melakukan ibadah wudu adalah sunah.

مَنْ خَالَفَ حَافَظَهُ (orang yang tidak urut) maksudnya urut dari mulai yang kanan. Adapun urut yang lain kepala setelah itu baru kaki dimulai dari wajah misalkan tangan wajah kemudian tangan monster kemudian wajah kemudian siku kemudian kepala kemudian kaki kalau enggak urut maka tidak sah dalam Mazhab Syafi’i. Akan tetapi mendahulukan yang kanan dibanding yang kiri ini sunah. Kalau ada orang wudu kiri dulu kiri dulu maka wudhunya صحيح (sahih) sah maksudnya tapi menyelisihi sunah. Mungkin orang terlalu cepat maunya begini-begini nih. Nah akhirnya yang kiri dulu yang kena yang kanan belakangan atau ada gini-gini terus.

Nah seperti ini bisa jadi karena kiri dulu dan ini tetap sah untuknya tapi menyelisihi sunah. وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Apa alasannya ketika ada orang salat kemudian takbir yang apa namanya tangannya itu bisa muter dulu juga ini pernah dengar alasannya karena ingin mendahulukan yang kanan ya. اللَّهُ أَكْبَرُ tangan kanannya dulu turun gini setelah itu baru diputar begini alasannya untuk mendahulukan yang kanan enggak mengerti itu istilahnya dari mana ya. طَيِّبٌ, ini menunjukkan bahwa apa namanya mendahulukan kanan dalam anggota wudu adalah sunah. Mengingatkan kalau ada orang yang menisbatkan kepada Syafi’iyah bahwa mendahulukan tangan kanan adalah wajib maka salah itu salah. Akan tetapi itu bisa jadi kesalahan menuliskan dinukil oleh Beliau dari kitab اَلْبَيَان di zaman mazhab Syafi’iyah ada buku مَرَاجِع atau referensi dalam Mazhab Syafi’i disebutkan bahwa kewajiban mendahulukan bagian kanan dari yang kiri adalah wajib menurut mazhab اَلْفُقَهَاءُ السَّبْعَةُ (fuqahah as-sab’ah) belajar di awal semester ini hajar itu salah itu penulisannya terbalik. Bukan jadi Syiah mereka mewajibkan untuk memulai dari yang kanan sementara ulama أَهْلُ السُّنَّةِ semua sepakat bahwa mendahulukan yang kanan adalah sunah bukan wajib. Begitu pula beliau sebutkan di antara contohnya ketika ada orang yang mengatakan dalam Mazhab Syafi’i kan urut wajib berarti mendahulukan yang kanan dari yang kiri adalah wajib. Ini salah kata beliau, ini اِسْتِدْلَال (istidlal) yang tidak benar dalam mazhab. Dan kita tahu bahwa Al-Hafiz Ibnu Hajar Syafi’i. Dan nanti pada hadis kedua ini beliau akan مُرَجَّح (murajjah) apa yang dirajihkan oleh Mazhab Syafi’i. Ya intinya ikhwan dalam hadis ini menunjukkan sebuah kebiasaan Nabi صلى الله عليه وسلم untuk mendahulukan yang kanan dalam hal-hal yang sifatnya apa namanya terhormat dan ibadah. Sementara yang ada pengecualiannya termasuk dalam hal yang kotor.

Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم menggunakan tangan yang kiri termasuk di antaranya اِسْتِنْجَاء jelas sekali. اِسْتِنْجَاء Rasulullah صلى الله عليه وسلم tegaskan harus menggunakan tangan kiri dalam hadis Salman رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ dilarang ada orang yang اِسْتِنْجَاء menggunakan tangan kanan. Bagaimana orang makan dengan tangan kiri padahal itu adalah senjata untuk bercebok. Dan seperti ini biasa sekali sampaikan berkali kita semua majelis semua majelis orang makan dengan tangan kiri minum dengan tangan kiri seolah-olah tidak ada apa-apanya tidak berdosa padahal Rasul صلى الله عليه وسلم samakan dia dengan setan. Kalau seandainya Anda tegur dengan sopan mohon maaf setan bahasa Anda sehalus apapun dia enggak terima padahal bisa jadi orang yang makan dengan tangan kiri itu tahu ketika masih kecil ditangkap sama orang tuanya, “Jangan kayak begitu itu kayak setan begitu.” Tapi سُبْحَانَ اللَّهِ yang seperti ini terlalu kalah dengan propagandanya orang-orang yang tidak belajar agama. Lihat film TV biasa mereka menggunakan tangan kiri sehingga mau makan pakai tangan kanan bisa jadi enggak pede. Mirip sama orang-orang yang kalau makan mubazir itu mereka masuk ke restoran, “Jangan terlalu bersih-bersih begitu kayak orang kelaparan aja ya.” Sedikit apanya begitu. سُبْحَانَ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ. Baik lanjut hadis berikutnya صلى الله عليه وسلم.

Hadis Ketujuh: Tanda Umat Nabi di Akhirat

Baca الْمُجْمِر bisa dibaca الْمُزَمِّر karena dari kata kata زَمْرَة itu artinya Bara. Mereka pakai biasanya untuk menjumpai atau memberikan بُخُور ya di masjid dikatakan bahwa Nu’aim anaknya Abdullah Ibnu Abdillah Al-Mujmir. Sebagian ulama mengatakan, “Kenapa dikatakan Al-Mujmir? Karena dulu Bapaknya adalah orang yang selalu membawa tempat untuk ber apa namanya berwangi-wangiannya Umar Bin Khattab.” Jadi ini adalah mantan budaknya keluarganya Umar Bin Khattab. Abdullah dikatakan dia biasa mencarikan مِجْمَرَة (majmarah) membawa مِجْمَرَة atau yang biasa dipakai untuk بُخُور. Kalau di Ramadan biasanya di Arab Saudi akan ada orang. Enggak mesti Ramadan hari-hari biasa juga begitu mereka pakai بُخُور semacam minyak wangi begitu. Bukan minyak tapi wangi-wangian ditaruh di atas bara lalu dia mulai mengeluarkan bau harum dikelilingkan di masjid begitu itu kebiasaan mereka dan itu menjadi kemuliaan. Nah ini sekarang Abdullah ini disebut sebagai Al-Mujamir gara-gara dia suka mengambilkan tempat untuk berwangi-wangi yang Umar Bin Khattab pada saat Ramadan. Bahkan Nu’aim Al-Mujmir juga sama beliau juga suka memberikan wangi-wangian di masjid dengan cara seperti itu. Sampai dikatakan Al-Mujmir. Nawawi رَحِمَهُ اللَّهُ mengatakan, “Bisa jadi Al-Mujmir kalau mau dikatakan الْمُجَامِر juga benar, dua-duanya dibenarkan.”

Baik, dan beliau ini merupakan seorang tabiin yang sempat belajar dari beberapa Sahabat Dari Abu Hurairah jelas dari Jabir bin Abdillah dari Abdullah bin Umar bahkan Dari Abu Hurairah ini Imam Malik رَحِمَهُ اللَّهُ bahkan Imam Malik pernah cerita tentang aku pernah mendengar dia mengatakan jelas itu Abah. “Aku belajar kepada Abu Hurairah 20 tahun.” Maka banyak hadis yang beliau riwayatkan karena mulai zamannya lama sekali. Di sini disebutkan, “إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ” (Sungguhnya umatku akan dipanggil oleh Allah pada hari kiamat dalam keadaan غُرًّا مُحَجَّلِينَ bersinar mereka bersinar di kepala maupun anggota badannya karena bekas air wudu). Ini bisa diterjemahkan atau dibaca karena وُضُوءٌ artinya wudunya pekerjaan, وَضُوءٌ artinya air yang dipakai untuk wudu. Dan dua-duanya bisa meninggalkan bekas.

Maka, “فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ” (Barangsiapa yang bisa memanjangkan dan meluaskan sinarnya hendaklah dia mengerjakan). Pernyataan Abu Hurairah. [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] [Musik] طَيِّبٌ, ini riwayat pertama dalam lafaz Muslim dikatakan ini yang mengatakan adalah aku melihat Abu Hurairah, aku melihat Abu Hurairah berwudu ketika beliau mencuci mukanya kemudian saya sampai kepada tangannya ternyata mencuci tangannya bukan hanya sampai kepada مِرْفَق atau siku akan tetapi sampai ke pundak sampai ke pundak.

Memanjangkan Bekas Wudu (Ghura dan Tahjil)

Usah kemudian mencuci kakinya sampai ke betis. Sementara kita pelajari pada pertemuan yang lalu dalam riwayat Amr bin Abdullah berwudu sampai ke اَلْكَعْبَيْنِ sampai kepada mata kaki. Tapi di sini Abu Hurairah sampai ke betis. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Umatku akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan bersinar setelah mereka berwudu sehingga meninggalkan bekas. Siapa yang bisa meluaskan bagian cahaya itu hendaklah dia kerjakan.” Baik hadis setelahnya sebenarnya ini ada kaitannya, hadis ini ada kaitannya. Mari kita baca.

إِخْوَة sekalian, dalam lafaz Muslim disebutkan, “Aku dengar kekasihku Rasulullah صلى الله عليه وسلم.” Itu para ulama mengatakan lebih istimewa daripada حَبِيبِي karena حَبِيب itu orang yang dicintai, akan tetapi kalau خَلِيلِي dicintai sampai hatinya penuh sehingga tidak bisa menerima kecintaan yang lain sama sekali. Maka tidak boleh orang mengatakan kepada pacarnya, “Ini خَلِيلِي.” Enggak boleh, enggak boleh ya. Kalau orang bilang, “حَبِيبِي.” حَبِيبِي jadi musik kita ya. Saya tanya ke orang Arab biasanya kalau orang Saudi panggil istrinya, “حَبِيبِي حَبِيبِي.” Itu yang saya hormati itu dia pakai itu. Maka dia mengatakan kepada customer, “حَبِيبِي Fulan begitu.” Itu pakai seperti itu. Tapi kalau kepada pacarnya, enggak pakai حَبِيبِي lagi, ketinggalan itu enggak bisa mesra kalau pakai حَبِيبِي begitu. Anda pakai apa mereka biasa pakai ya asal ya asal itu bukan pembahasan kita tapi pembahasan kita tadi artinya adalah seseorang yang menjadikan kecintaan itu penuh maka Nabi صلى الله عليه وسلم dilarang untuk menjadikan seorang umatnya sebagai خَلِيل. Enggak boleh.

“Sesungguhnya Allah عَزَّ وَجَلَّ menjadikan aku sebagai kekasihnya sebagaimana telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasihnya.” “وَلَوِ اتَّخَذْتُ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا” (Seandainya aku diizinkan oleh Allah untuk memilih satu orang kekasih aku jadikan Abu Bakar). Tapi enggak boleh. Maka dia cukup menjadi saudaraku Islam. Tapi kalau umatnya menjadikan Nabi صلى الله عليه وسلم sebagai خَلِيل-nya boleh, karena orang yang mencintai Nabi صلى الله عليه وسلم sepenuh hati dia berarti mencintai Allah maka tidak apa-apa.

Tapi Nabi صلى الله عليه وسلم mencintai umatnya tidak boleh karena kalau mencintai umatnya sebagai sebuah خَلِيل atau seorang خَلِيل makanya. Nah di sini ada beberapa riwayat yang mengatakan خَلِيلِي خَلِيلِي seperti itu banyak Abu Hurairah kemudian Anas bin Malik, Abu Dzar, mereka mengatakan Abu Hurairah, “Aku mendengar kekasihku Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Seseorang akan mendapatkan perhiasan pada dirinya seukuran bagaimana dia membasuh anggota badannya dengan air wudu’.” طَيِّبٌ hadis ini juga sama pembahasannya dengan hadis sebelumnya yaitu “إِنَّ أُمَّتِي” umatku akan dipanggil oleh Allah pada hari kiamat dalam kondisi bercahaya. Umat di sini disebutkan adalah umat karena para ulama menyebutkan umat itu ada dua, ada أُمَّةُ الْإِجَابَةِ ada أُمَّةُ الدَّعْوَةِ. Umat Nabi صلى الله عليه وسلم ada dua أُمَّةُ الدَّعْوَةِ dan أُمَّةُ الْإِجَابَةِ. Umat yang didakwahi dan ini semua yang diciptakan setelah diutusnya Nabi صلى الله عليه وسلم menjadi umat Nabi صلى الله عليه وسلم. Kata Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam hadis yang sahih bin Abdillah.

Keistimewaan yang tidak pernah didapatkan oleh seorang nabi seorang pun di antaranya nabi يُبْغَثُ (yubghats) kalau nabi diutus untuk kaumnya saja. Tapi aku diutus untuk semua orang setelah aku diciptakan atau diutus, maka mereka menjadi umatku semua. Ini namanya أُمَّةُ الدَّعْوَةِ. أُمَّةُ الْإِجَابَةِ adalah umat yang mau menerima dakwah Nabi صلى الله عليه وسلم. Ini orang-orang الْمُسْلِمُونَ. Dan yang dimaksudkan dalam pembahasan kita adalah أُمَّةُ الْإِجَابَةِ. Kemudian mereka akan dipanggil nanti pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya.

غُرَّة (ghurah) itu asli artinya kata Hafiz Ibnu Hajar adalah warna putih pada kepala kuda. Kuda yang coklat atau hitam semakin pekat kemudian di kepalanya ada warna putih maka orang-orang yang paham itu akan melihat indah luar biasa cantik karena memang penampilan kontras warnanya cocok sekali. Kemudian oleh kata-kata غُرَّة ini dijadikan setiap benda yang memiliki hiasan dan keindahan dipakai sebagai غُرَّة atau dipakai kata-kata غُرَّة. الْمُحَجَّلِينَ dari kata-kata حِجْل (hijli). Apa artinya حِجْل? حِجْل itu artinya adalah gelang yang dipakai di kaki.

Menurut sebagian orang itu indah banget perempuan pakai gelang di kaki. Kalau laki-laki pakai gelang di kaki ini perlu تَمْبْلِيغ (tampeleng) berarti dia agak selereng sedikit nah dia perlu dirukiah. Nah jadi kalau perempuan dia menggunakan hal-hal di kakinya mungkin ini adalah sebuah perhiasan sekalipun orang beda-beda ya orang beda-beda pakai di situ kayak سُبْحَانَ اللَّهِ tapi ya memang orang beda-beda sebagian orang suka kalau ada istrinya menggunakan gelang di kaki di hidung diwarnai itu kulitnya kulit istri mungkin Terserah dia mau apakan istrinya ya kan. Tapi ini diambil dari kata-kata حِجْل artinya hiasan dan juga ini juga merupakan warna putih pada kaki kuda. Maksudnya bagaimana artinya bercahaya untuk orang yang habis wudu mereka akan terlihat bersinar ya pada hari kiamat mereka akan bersinar seperti itu karena mereka telah melakukan wudu.

Hukum Memanjangkan Anggota Wudu

مَنْ سَلَكَ (siapa yang meluaskan) yang bisa meluaskan cahaya bekas wudhunya maka hendaklah dia mengerjakan. Maka di sini diriwayatkan dalam lafaz Muslim bahwa Abu Hurairah wudhunya dilebihkan, wudhunya dipanjangkan sampai ke bangkit seperti dalam riwayat Muslim pakaian sampai ke pundaknya kakinya sampai ke betisnya dan beliau menggunakan lafaz ini berarti beliau memahami hadis ini adalah sebab untuk menyebarkan cahaya. Berarti ada مَشْرُوعِيَّة (masyru’iyyah). Dan ini yang ditegaskan oleh Abu Hurairah. Apakah itu sunah? Diperselisihkan para ulama. Dan mayoritas ulama mengatakan bahwa wudu lebih dari yang kita sebutkan kemarin kalau tangan berarti sampai siku kalau kaki berarti sampai mata kaki maka para ulama jumhur mayoritas ulama mengatakan bahwa itu sunah.

Kenapa demikian? Karena Abu Hurairah seperti dalam hadis ini dia wudhunya seperti itu. Kemudian beliau mengatakan sampai itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan. Tapi dalam lafaz ini tidak menunjukkan bahwa ini adalah perbuatan Nabi صلى الله عليه وسلم. Tapi ada riwayat lain lafaz lain Rasulullah صلى الله عليه وسلم berwudu seperti itu. Kemudian disebut oleh Nabi Muhammad Abu Hurairah kemudian Abu Hurairah ketika tangan kanannya dibasuh sampai di apa ini namanya lengannya, lengan yang ini yang lengan di sini nah ini Abu Hurairah kemudian tangan kirinya juga sampai di lengannya. Kemudian beliau mencuci kaki kanannya, beliau cuci kaki kanannya dan kemudian kaki kirinya sampai ke betisnya. Kemudian beliau mengatakan demikian, “Aku melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم melakukannya.” Berarti hadis ini merupakan riwayat yang مَرْفُوع (marfu’) sehingga mazhab jumhur bahkan termasuk Syafi’iyah mengatakan karena ini maka ini dalil membela mazhab ini. Beliau katakan selama Abu Hurairah mengatakan itu berarti itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini diyakini oleh mazhab Syafi’iyah sebagian hanabilah. Kemudian dalam mazhab Hanafiyah semua mengatakan bahwa itu adalah sunah.

Baik, berarti sampai mana kalau mau dilebihkan ini berbeda juga di antara mereka. Ada yang mengatakan sampai ke lengan seperti riwayat Abu Hurairah barusan seperti riwayat Muslim yang kita baca barusan. Ada yang mengatakan lebih dari itu yang penting semakin banyak maka dia akan semakin bercahaya. Nah maka ini riwayat jumhur. Riwayat Imam Malik رَحِمَهُ اللَّهُ dan Malikiyah mengatakan tidak sunah. Kenapa tidak sunah? Karena riwayat-riwayat yang disebutkan oleh para sahabat Al-Hafiz menyebutkan itu. Hajar mengatakan bahwa ada sekitar 10 orang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم meriwayatkan hadis tentang tidak pernah ada yang menyebutkan wudhunya sampai lewat dari siku, lewat dari mata kaki. Utsman ada, Abdullah bin Zaid ada, Abdullah bin Abbas ada, siapa namanya Ali Bin Abi Thalib, kemudian ada Mukhirat bin Syubba, ada Aisyah, tidak pernah ada sampai sekitar 10 orang sahabat yang meriwayatkan wudhunya lebih dari itu.

Kemudian dalam riwayat Abu Hurairah juga hanya dinukil dari riwayat Muslim tapi tidak dari murid-murid Abu Hurairah selain riwayat Nu’aim Al-Mujmir semua tidak ada meriwayatkan tambahan untuk melebihkan itu. Sebenarnya ini menjadi tanda tanya kalau seandainya Nabi صلى الله عليه وسلم pernah melakukan dan itu sunah mesti diriwayatkan sekalipun cuma sekali. Dan Abu Hurairah ini riwayatnya selama tidak apa tidak tidak dikuatkan oleh riwayat yang lain berarti jangan-jangan salah gitu. Kemudian alasan jumhur mereka selain mengatakan bahwa riwayat ini مَرْفُوع karena Abu Hurairah mengatakan ada tambahan lagi di belakangnya, “Barang siapa yang bisa untuk menambah luas cahayanya kerjakan.” Akan tetapi jawabannya adalah riwayat ini مُدْرَج (mudraj) riwayat ini adalah perkataan Abu Hurairah yang ditambahkan ditempelkan dalam hadis itu namanya مُدْرَج. مُدْرَج itu bisa di depan bisa di belakang bisa di tengah dan ini salah satu contoh bahwa menurut itu ditempelkan di belakang. Dalilnya apa? Dicampur semua riwayat dikumpulkan ternyata dalam Imam Ahmad disebutkan bahwa meriwayatkan hadis ini beliau katakan sendiri mengatakan, “Aku enggak ngerti bagian belakang ini.” Ini dijadikan alasan dan ini dijadikan alasan sehingga motivasi itu tidak مَرْفُوع bukan sunah seperti itu. Ditambah lagi hadis yang berikutnya yang terakhir tapi cahaya dan hiasan seseorang dalam wudhunya tergantung pada luasnya bekas wudu yang dia torehkan di badannya asalnya Ada Salman. “وَسَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ لِسَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَيَمُدُّ يَدَهُ إِلَى الْمِرْفَقِ ثُمَّ يَقُولُ: هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ” (Aku berada di belakang Abu Hurairah sementara beliau sedang untuk persiapan salat maka أَنَا يَمُدُّ يَدَهُ ternyata beliau wudu sampai membasuh tangan ke ketiaknya). Maka Salman katakan, “Ya Abah kalau seandainya riwayat itu masyhur maka riwayat itu tidak mungkin tidak diketahui oleh murid-murid.” Tapi kita sebutkan tadi bahwa semua murid Abu Hurairah yang meriwayatkan maka ini Salman jawabannya lebih asik lagi. Dia katakan di sini, “Kalau tahu aku kamu di sini aku enggak akan butuh gaya begini sampai itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم.” Berarti ini yang dipakai oleh para ulama bahwa wudu dengan gaya yang tadi merupakan kepahaman Abu Hurairah bukan نَصّ (nas) yang masyhur.

Ini dipakai oleh mazhab Maliki ya dan itu kuat. Hanya dibantah oleh Ibnu Hajar, “Bukankah Abu Hurairah sudah mengatakan aku melihat Rasul صلى الله عليه وسلم melakukan itu?” Dan memang satu hadis kalau sudah diriwayatkan satu orang sahabat saja sudah sah itu sudah sah. Hanya memang ini berbeda sekali dan dalam mazhab Imam Malik ini dalam arti Imam Malik dan dikuatkan oleh akan tetapi beliau katakan dalam masalah ini tidak ada dalilnya yang menunjukkan bahwa wudu itu sunahnya ditambah-tambahkan dan menambahkan anggota wudu adalah عِبَادَة (ibadah). عِبَادَة membutuhkan dalil. Mana dalilnya? Tadi itu adalah perbuatan Abu Hurairah. Perbuatan Abu Hurairah tidak bisa dijadikan dalil. Itu adalah pemahaman beliau. Buktinya apa? Buktinya dia sendiri sembunyi-sembunyi. Kenapa sampai sembunyi kalau seandainya lakukan disebutkan bisa jadi agar orang tidak asing dengan gaya itu. Kalau memang tidak asing ajarkan biar tidak asing itu. Nah sehingga ini merupakan pemahaman dari Abu Hurairah seperti itu.

Kemudian secara makna bahasa juga tidak masuk akal kenapa itu aslinya di kepala مُحَجَّلِينَ itu artinya di kaki. Kalau diseleretkan sampai sini ya dilewatkan. Maka nanti enggak jadi غُرَّة lagi di kepala. Di muka, di muka kalau dilebihkan nanti bisa di rambut nanti bisa di leher nanti bisa dilihat. Kalau di leher enggak jadi karena غُرَّة itu dibuka seperti itu. Ini secara makna bahasa juga tidak cocok. Maka yang dirojihkan oleh mazhab Malikiyah adalah yang lebih sunah yang diriwayatkan dari Abdullah dari Utsman bin Affan رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ seperti yang kita pelajari kemarin. Dan kita sudah nukil pernyataan Ibnu Syihab Az-Zuhri رَحِمَهُ اللَّهُ ketika beliau mengatakan, “Ulama-ulama kami mengatakan bahwa wudu gaya seperti ini adalah wudu yang paling bagus untuk salat itu riwayat Utsman bin Affan رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ dan bukan riwayat Hurairah”.

Intinya hadis ini menunjukkan keistimewaan wudu. Kalau seandainya غُرَّة-nya saja ada maka yang wajib untuk dibasuh lebih istimewa lagi. Dan ini menjadi keistimewaan umat ini. Bukan hanya wudunya. Kalau wudunya bukan keistimewaan umat ini disebutkan orang-orang dulu mereka juga wudu di antaranya kisah istrinya Nabi Ibrahim, istrinya Nabi Ibrahim dalam صحيح البخاري ketika dihadapkan kepada raja yang zalim maka لِقُرْآنٍ ketika raja itu ingin mendekati siapa namanya Sarah istrinya Nabi Ibrahim maka dia تَوَضَّأَتْ (tawad’da’at) dia berwudu kemudian salat. Salat itu artinya salat benaran atau berdoa وَاللَّهُ أَعْلَمُ tapi di situ wudu dia. Ini menunjukkan bahwa wudu bukan syariat kita saja tapi orang dulu juga berwudu sekalipun bisa jadi wudunya berbeda. Kemudian kisah yang berkaitan dengan Abdul Soleh ahli ibadah yang akhirnya dituduh berzina segala macam nah ketika dia menghadapi ujian itu sampai صَوْمَعَة-nya atau tempat ibadahnya dihancurkan oleh orang kampung akhirnya dia berwudu kemudian salat. Kemudian datang ke anak kecil bayi yang dilahirkan oleh mesin itu mulutnya. “أَنَا وَلَدُ مَنْ؟” (Ente anak siapa?). Ternyata anak penggembala itu dia wudu dulu menunjukkan bahwa wudu itu juga syariat umat sebelum kita. Tapi yang menjadi keistimewaan umat ini adalah dalam صحيح مسلم Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan tentang حَوْض atau telaga Nabi صلى الله عليه وسلم. Telaga yang akan didatangi oleh umat-umatnya. Maka sahabat bertanya, “أَتَعْرِفُونَ؟” (Apakah Anda bisa kenal kami?). “Orang banyak sekali yang datang. Anda bisa kenal kami?” Kata Rasulullah, “Aku akan mengenal kalian dengan apa? Kalian memiliki alamat, tanda pada badan kalian datang bersinar karena bekas anggota.” وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Ini yang dapat kita pelajari semoga bermanfaat dan kurang lebihnya mohon maaf. Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tadi malam sampai jam 7 seperempat ya kan. مَا شَاءَ اللَّهُ biar pahala Anda banyak.

Tanya Jawab: Studi, Bisnis, dan Pernikahan

Pertanyaan: Ini pertanyaan yang sering ditanyakan apabila seorang penuntut ilmu sudah balig, sudah dewasa lalu tidak ingin memberatkan kedua orang tuanya lantas berbisnis sambil melanjutkan perjalanan menuntut ilmunya termasuk tidak ingin memaksimalkan apakah yang seperti ini termasuk tidak ingin memaksimalkan menuntut ilmunya?

Jawab: Kita katakan ketika orang ingin meringankan beban orang tua sebenarnya orang tua itu betul dia memikirkan biaya sekolah anaknya tetapi Anda harus paham bahwa yang lebih memberatkan orang tua kalau ada anak gagal sekolah tidak selesai itu betul-betul memberatkan sudah masuk dengan biaya besar secara mental rusak ketika anaknya tidak selesai sekolah banyak orang kecewa berat ketika anaknya tidak bisa sekolah. Itu kalau dia mampu kalau tidak mampu bagaimana? Sudah dibela-belain selesai enggak juga sekolahnya. Kayaknya harus dipertimbangkan. Boleh atau tidak bisnis? Boleh. Akan tetapi Anda perlu pertimbangkan. Orang yang terpaksa harus kerja karena memang mau tidak mau dia harus mencukupi kebutuhannya silakan. Ini namanya ضَرُورَة (darurah). Tapi jangan ضَرُورَة-kan karena tidak bisa dipungkiri orang belajar maksimal saja susah apalagi ada campurannya, ada campurannya. Saya itu sudah berusaha memaklumi mahasiswa ngantuk di kelas tapi kalau sambil kerja itu sudah bukan ngantuk lagi itu pindah pindah mati itu bukan tidur lagi tidak mati di kelas begitu ya. Maka saya katakan seandainya Anda bisa untuk fokus orang tua fasilitasi. Janganlah cari inovasi khawatirnya inovasi ini akan membuat Anda justru gagal dalam menempuh cita-cita Anda.

Pertanyaan: Yang kedua ini juga sering ditanyakan ketika terasa besarnya fitnah wanita di zaman ini dan ingin segera menikah lalu bekerja untuk menafkahinya sambil melanjutkan menuntut ilmunya termasuk juga kah yang seperti ini tidak memaksimalkan menurut ilmunya padahal keadaan mendesak?

Jawab: طَيِّبٌ. Semoga Allah membimbing para Ustaz dan mahasiswa dalam memudahkan setiap urusan Anda semuanya. Baik, menikah kalau tidak kebelet jangan. Saya sampaikan jangan. Kenapa demikian? Memang ada orang yang memang terfitnah, orang beda-beda, orang beda-beda. Dia mungkin tidak bisa hidup kalau sudah pengen nikah enggak dituruti, enggak bisa. “Saya belajar Ustaz pokoknya harus nikah.” Ya sudah kalau memang orang seperti ini sudah ya. Jadi kalau dirukiah itu yang keluar bukan jin perempuan. Jadi kalau orang sudah kepepet sekali ya sudah بِسْمِ اللَّهِ menikah. Tapi kalau seandainya tidak, jangan pura-pura mendesak. Dan ini bisa digantungkan pula pada keliaran kita berinteraksi. Kalau Anda belajar tiap hari di sini إِنْ شَاءَ اللَّهُ Anda melihat tembok, buku, Ustaz, selesai. Tapi اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ siapa Anda sendiri ya. Maka Anda keluar ke sana seperlunya ya, beli kebutuhan apa silakan. Tapi kalau Anda keluyuran ke sana ke alun-alun, ke mana, Anda cari berbagai faktor yang membuat Anda kebelet ya. Termasuk di antaranya adalah berinteraksi dengan para أَخَوَات (akhwat) entah dalam kajian, entah dalam kepanitiaan, entah dalam apa begitu ya. Kalau seandainya Anda membatasi itu إِنْ شَاءَ اللَّهُ hal-hal yang tidak kebayang itu betul-betul tidak kebayang. Tapi masalahnya ketika Anda mencari atau menjerumuskan diri seperti itu.

Kemudian, “Tolong berikan nasihat.” Wajah orang yang menikah dia sudah seperti orang yang mengarungi bahtera lautan di lautan sana artinya susah itu. Kalau punya anak maka katanya sudah pecah, jadi berat sekali. Dia belajar sekali. Coba tanya hadirin yang sudah tua-tua begitu, saya tua tapi saya tidak paling tua. Jadi Anda tanyakan yang lebih tua dari saya, “Bagaimana Anda belajar?” Ya boro-boro suruh ngumpul ngapalin itu اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ sudah pengajian seperti اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ ya. Maka Anda bersyukur Anda bisa belum menikah kalau bisa enggak nikah dulu. بِسْمِ اللَّهِ. Nanti إِنْ شَاءَ اللَّهُ Anda sudah waktunya selesaikan skripsi dulu. Anda dapat أَخَوَات yang juga sudah selesai skripsinya, enggak apa-apa. Jangan gaya-gaya Anda, “Wah nanti biar kita bisa nulis skripsi bersama-sama.” Enggak selesai. Sudah saya katakan pada Anda selama Anda bisa untuk tidak menikah sebelum Anda lulus, laksanakan, laksanakan. Tidak menikah hanya maksudnya.

Tanya Jawab: Potongan Rambut, Mengingatkan Teman, dan Motivasi Belajar

Pertanyaan: اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ. Bagaimana bentuk potongan rambut yang tidak layak?

Jawab: Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan dalam hadis Ibnu Umar, “Anda biarkan semua rambutnya atau Anda potong semua rambutnya.” Maksudnya kalau Anda mau pendekkan pendekkan, tapi semua sisinya, semua sisinya Anda pendekkan. Jangan hanya diambil belakangnya saja depannya dibiarkan. Jangan seperti itu namanya قَزَع (qaza’) yang tidak. Kalau Anda berantakan seperti itu. طَيِّبٌ.

Pertanyaan: Mohon arahan dari Anda apa yang harus saya lakukan? Saya punya teman yang kurang memperhatikan salatnya bahkan kadang dia meninggalkan salat dan melakukan dosa-dosa yang lainnya. Apa yang harus saya lakukan Ustaz agar teman saya kembali ke jalan yang benar?

Jawab: Semoga Allah عَزَّ وَجَلَّ menjaga istiqamah kita semua dan menyelamatkan kita dari fitnah akhir zaman. Dan kita tahu bahwa fitnah maksiat berupa syahwat ini juga galak meskipun syubhat lebih bahaya akan tetapi syahwat ini juga parah. Dan dua-duanya memiliki keterkaitan dengan ibadah. Orang tidak melaksanakan ibadah secara maksimal dia akan terarah untuk melakukan maksiat. Demikian pula orang melakukan maksiat dia akan terhalang dari ibadah saling غَنْدَلِي (gandoli). Maka kita perlu saling mengingatkan. Jangan jangan jangan seperti itu. Tapi bagaimana caranya? Selalu terbawa jangan sendirian, jangan sendirian. Cari kawan-kawan yang bisa mengingatkan Anda terhadap akhirat karena sebagian ulama mengatakan orang yang bermanfaat itu kalau Anda melihat mukanya sudah Anda ingat akhirat seperti Al-Hasan Al-Basri nangis terus enggak pernah berbahagia karena ingat akhirat terus ya. Jadi seperti itu.

Kemudian ada orang yang seperti ini bagaimana caranya dinasihati? Cara, waktu, kondisi dipilih dengan kata-kata yang santun, diingatkan, disindir misalkan, atau kasih tulisan atau apa, atau mungkin dipertemukan dengan orang yang dihormati biar dia berbenah. Kemudian didoakan. Doa itu sering kita lupakan. Seandainya kita berdoa kepada orang lain bisa jadi Allah dengan doa kita dan kita juga diamini malaikat, kita akan dapat seperti itu. Maka seandainya kita menyisakan melihat ada kawan seperti itu kita doakan mudah-mudahan dia lebih baik dari yang sekarang. Maka إِنْ شَاءَ اللَّهُ kita sudah pahala itu seperti itu. Dan mudah-mudahan segera berubah dia.

Pertanyaan: Baik berkaitan dengan tidak diperkenankannya seorang penuntut ilmu untuk sibuk dengan urusan dunia atau perniagaan tidak diperkenankan bukan tidak diperkenankan akan tetapi kita perlu proporsional. Artinya kita hitung mana kebutuhan kita kalau memang kita bisa untuk fokus kerjakan fokus itu. Tapi kalau enggak bisa maka ya sudahlah ada kebutuhan mendesak darurat kita ambil ضَرُورَة itu seperlunya. Ini pertanyaannya, bagaimana nanti kalau kita diberikan kepercayaan untuk menjadi guru di suatu sekolah ataupun Pondok? Apakah kami mencukupkan dengan gaji dari kami mengajar dan meninggalkan perniagaan supaya ilmu kami tidak hilang karena sibuk dengan perniagaan?

Jawab: Memang Anda kalau berniaga pasti kaya mesti. Bahkan saya ceritakan kepada Anda ada orang sudah punya ilmu kemudian dia jualan ilmunya hilang juga enggak untung dia. Nah jadi dia sudah capek aja itu capek. Ilmunya sudah terlanjur hilang. Untung isi pengajian aja enggak berani, enggak beda dia karena sudah terlalu asik dengan dunia pasar dan saingan relasi bisnis repot beda dan baunya beda. مَا شَاءَ اللَّهُ baunya langsung maksudnya ketika sampaikan muatan ilmiah akan terlihat orang biasa belajar membaca kitab dengan orang yang hanya yang penting ada pengajian tak lewatkan begitu. Kemudian Anda jangan terlalu memikirkan yang muluk-muluk di depan nanti gaji saya berapa nanti rezeki anak-anak berapa. Anda yakin bahwa anak membawa rezeki sendiri, istri membawa rezeki sendiri mungkin jalurnya lewat Anda. Tambah anak tambah rezeki tambah istri maksud saya Anda enggak usah khawatir enggak usah khawatirkan itu ya. Sebagian orang mengatakan nanti saya enggak punya pengalaman ketika diperintahkan untuk sebuah tanggung jawab. Kalau tugas inti Anda untuk belajar Anda tidak bisa membuktikan tanggung jawab Anda nanti di depan bisa jadi Anda enggak tanggung jawab lagi. Sekarang tugas inti Anda, Anda enggak laksanakan. Kalau seandainya Anda sibuk dengan organisasi sibuk dengan jualan tugas utama Anda enggak laksanakan nanti bisa jadi Anda diserahi tugas Anda juga tidak bisa banyak sekali ya.

Pertanyaan: Apakah seorang guru apabila lupa terhadap ilmunya akan tetap mendapatkan pahala جَارِيَّة (jariyah) dari hasil ilmu yang telah diajarkannya?

Jawab: Ini guru aja yang disalahkan kalau seandainya orang lupa karena dia melupakan artinya tidak mau mengulang tidak mau belajar lagi bisa jadi dia mendapatkan celaan. Akan tetapi kalau seandainya memang tabiat orang gampang lupa maka Allah akan إِنْ شَاءَ اللَّهُ mudah-mudahan ya Allah ampuni. Kemudian جَارِيَّة bisa dapat karena جَارِيَّة itu seandainya ilmunya dimanfaatkan atau rezekinya dipakai dia sedekah wakaf masjid. Kemudian masjid dipakai sekalipun dia jadi bangkrut setelah itu tetap dia إِنْ شَاءَ اللَّهُ dapat pahala.

Pertanyaan: Saya punya teman yang jika diucapkan salam kepadanya ia menjawab dengan logat yang dibuat-buat seperti “وَ عَلَيْكُمُ السَّلَام.” Apa yang harus Anda lakukan sebagai temannya?

Jawab: Diingatkan, diingatkan. Tidak boleh orang apa namanya bermain-main dengan dengan apa namanya apalagi dengan doa. Ini kebiasaan kita dan apa semakin tahu kita dengan ilmu kita akan semakin berhati-hati. Ini di antara bukti ketidakhati-hatian kita dan bisa jadi ini merupakan bukti kedangkalan ilmu kita.

Pertanyaan: Rambut boleh belah tengah itu seperti apa? Bukankah sekarang model rambut belah tengah jadi idola yang non muslim?

Jawab: Jangan disamakan dengan yang non muslim itu. Anda biasa aja rambut Anda enggak usah di mirip-miripin sama yang itu ya. Yang penting rambut Anda tertata rapi kemudian di sebelah tengahnya misalkan. Kalaupun tidak belah tengah juga tidak mengapa yang penting rambut Anda rapi kemudian tidak kocak, tidak menyerupai perempuan, tidak menyerupai orang kafir. صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّامَ.

Pertanyaan: Salat Zuhur pada saat itu kita di rakaat kedua untuk duduk اِفْتِرَاش pada saat itu Imam sudah benar namun ada salah satu makmum yang dia lupa dan mengucapkan سُبْحَانَ اللَّهِ. Akhirnya Si Imam tidak yakin dan mengikuti makmum yang salah. Bagaimana cara kita untuk mengingatkan hal tersebut apa dengan kalimat سُبْحَانَ اللَّهِ juga?

Jawab: Iya tidak ada lagi selain سُبْحَانَ اللَّهِ. Tapi kalau seandainya khawatirkan tambah bingung biarkan saja sudah. وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Biarkan saja. Tapi kalau seandainya masih memungkinkan untuk apa namanya tidak bingung Anda sebutkan سُبْحَانَ اللَّهِ tapi dia akan bingung itu sudah سُبْحَانَ اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ lagi سُبْحَانَ اللَّهِ lagi. Maka membiarkan saja karena seandainya dia sudah apa namanya sudah benar maka kalau salah dia pun akan berdiri dan nanti tinggal sujud sahwi. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Pertanyaan: Terkadang kita semangat untuk memiliki kitab-kitab namun untuk membacanya kita sering sekali disebutkan dengan hal-hal yang lain melalaikan seperti HP. Bagaimana nasihat Anda?

Jawab: Anda bisa tanyakan Ustaz Arifin. Arifin adalah orang yang menjadi salah satu contoh kita dalam baca buku. Jalan bawa buku beliau ya dulu. Dan beliau memang bisa menghatamkan buku dalam kurun waktu yang beliau bikin targetnya. Maka di antara nasihat beliau yang saya masih ingat, “Jangan terlalu tertarik dengan buku lain sebelum buku pertama Anda selesaikan”. Anda bikin target sehari baca berapa. Dan ini mengatakan setiap hari bikin jadwal. Enggak usah muluk-muluk 50 halaman nanti enggak selesai ya. Satu hari 10 halaman misalkan. Anda baca 10 halaman tiap hari. 1 bulan Anda sudah berapa itu? 300 halaman. 300 halaman 1 buku tebal. Kalau Anda 1 bulan bisa menghatamkan satu buku Anda akan terus seperti itu. Ada manfaat yang besar padahal setiap hari cuman 10 halaman saja. Dan 10 halaman kalau Anda berat dari buku-buku lain tambahan Anda bisa baca yang menjadi kewajiban di kuliah baca sudah cukup itu إِنْ شَاءَ اللَّهُ. Masalahnya HP ini HP luar biasa ya merampas waktu kita. Bagaimana caranya? Tinggalkan HP. Anda bikin jadwal, “Saya enggak akan buka HP sampai saya baca.” Seperti itu. Ini masalah teknis saja إِنْ شَاءَ اللَّهُ bisa diatasi. Masalahnya هِمَّة (himmah) ini yang perlu dibenarkan tekad.

Pertanyaan: Ketika di kelas ada berapa mahasiswa yang diminta untuk membaca kitab dan bacaannya kadang tidak sesuai kaidah sehingga membuat tidak semangat dalam belajar bagaimana arahnya Ustaz?

Jawab: Ya itu orang lain ngapain Anda urusi. Kenapa Anda semangatnya karena orang lain ya. Kalau memang Anda bisa membuat dia semangat seperti Anda اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. Benarkan bacaannya. Tapi kalau seandainya tidak ya sudah yang penting Anda jangan ikut-ikutan salah. Sudah itu saja.

Pertanyaan: Saya pernah berbuat kekufuran نَعُوذُ بِاللَّهِ dan sekarang sudah bertobat اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ dan bersyahadat lagi. Akan tetapi ada rasa was-was. Apakah saya sudah kembali beriman atau belum? Pertanyaannya, Apakah ketika seorang bersyahadat dia harus niatkan agar semua dosa kekufuran sebelumnya hilang satu per satu atau cukup sekali syahadat sudah mewakili semua dosa-dosanya? Apa benar rasa-rasul seperti ini juga merupakan kekufuran? Bagaimana mengobati rasa was-was ini?

Jawab: Ini semua karena penyakit was-was. Semua karena penyakit was-was. Bisa jadi kekufuran yang Anda sangka itu bukan kekufuran tapi karena penyakit was-was ini akhirnya Anda sangka itu kekufuran. Tapi yang jelas وَاللَّهُ أَعْلَمُ kalau Anda sudah mendapatkan hidayah keimanan bersyukur pada Allah kemudian berusaha untuk menjaga keistiqamahan saja tidak usah diperdulikan yang itu itu ini kufur apa tidak nanti saya cukup apa tidak tobat saya sudah itu tinggalkan. Anda sudah berusaha untuk istiqamah selesai kemudian cari komunitas yang mendukung. Dalam صحيح البخاري disebutkan ketika ada orang bertaubat, “اذْهَبْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سُوءٍ” (kamu pergi ke daerah sana di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah kamu beribadah bersama mereka. Jangan kembali kampungmu karena kampungmu jelek). Komunitas bisa mempengaruhi keimanan seseorang. Dia sudah berusaha tobat tapi kalau masih bersama kawan-kawan yang rusak itu dia akan kembali rusak lagi. Maka cari kawan-kawan yang bisa mendukung ibadah dia. Mudah-mudahan bermanfaat dan kurang lebihnya mohon maaf. صلى الله عليه وسلم.